Friday 24 July 2015

PUASA SEUMUR HIDUP

oleh: KH. Bachtiar Ahmad
======================
Walaupun bulan Ramadhan sudah berlalu, akan tetapi bagi orang-orang beriman “puasa” dalam artian “menjaga dan mengendalikan” hawa nafsu wajib dilakukan di sepanjang umur yang mereka lalui. Oleh sebab itu “puasa” yang diwajibkan Allah dalam bulan Ramadhan sejatinya adalah sarana dan prasarana “pendidikan dan latihan” yang hasilnya “wajib” pula diaplikasi dan dijabarkan  dalam bulan-bulan yang lain di luar Ramadhan. Karena sebagaimana yang telah dimaklumi, sesungguhnya “hawa nafsu” yang dimiliki akan selalu berusaha mengajak dan menyuruh manusia untuk melakukan perbuatan jahat/mungkar sebagaimana yang diperingatkan Allah Ta’ala melalui dengan Firman-Nya:

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Yusuf: 53)

Kalau di bulan Ramadhan kita diperintahkan untuk menjaga perut dari makan dan minum; menjaga panca indra yang dimiliki dari segala sesuatu yang dapat mengurangi nilai; bahkan membatalkan “puasa” yang tengah dijalani; Maka kondisi yang demikian itu juga berlaku di luar Ramadhan sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman Allah Ta’ala di dalam Kitab-Nya. Untuk itu ada baiknya kita simak sejenak mengapa “puasa”; baik yang bersifat jasmaniah maupun ruhaniah tersebut wajib dilakoni selama hayat di kandung badan.

PUASA PERUT.
“Puasa perut” dalam artian menahan diri dari makan dan minum tidak hanya wajib dilakukan di bulan Ramadhan saja. Hal itu wajib dilakukan di sepanjang umur yang kita lalui yang tersirat dan tersurat dalam firman Allah Ta’ala:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S.Al-A’raaf: 31)

Salah satu pelajaran yang tersirat ketika Allah Ta’ala melarang kita untuk makan dan minum di bulan Ramadhan mulai sejak terbit fajar hingga terbenam matahari adalah, bahwa kita tidaklah boleh berlebih-lebihan dalam soal makan dan minum. Sebab bagaimanapun juga dampak dari makan dan minum yang berlebih-lebihan itu sudah jelas adanya seperti terganggu dan rusaknya kesehatan tubuh. Bahkan yang lebih berbahaya lagi adalah tumbuhnya sifat rakus; boros; mubazir dan perilaku buruk lainnya yang sangat dibenci oleh Allah Ta’ala.

PUASA INDRAWI.
Di dalam bulan Ramadhan puasa yang kita lakukan tidak hanya sebatas menahan diri untuk tidak makan dan minum. Akan tetapi juga diperintahkan untuk menjaga “indra tubuh” dari hal-hal yang dapat merusak nilai puasa. Dan hal ini tentunya tidak hanya berlaku secara temporer di bulan Ramadhan saja, melainkan harus dijaga dan dipelihara seumur hidup sebagaimana yang diperintahkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, maka hendaklah ia tidak mengganggu tetangganya; Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, maka hendaklah ia menghormati tamunya; Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, maka hendaklah ia berkata yang baik-baik atau lebih baik diam jika ia tak mampu melakukannya.” (HR. Muttafaq ‘alaihi; Abu Dawud dari Abu Hurairah r.a)           

Dan hal itu semakin dipertegas oleh Allah SWT sebagaimana yang tersirat dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman; dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujuraat: 11)

Atau dalam ayat lainnya Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (Q.S. An-Nahl: 116)

Adapun perintah “puasa” dalam artian untuk menjaga dan memelihara “pendengaran” atau “telinga” dari sesuatu yang tidak disukai-Nya, maka secara tersirat Allah Ta’ala telah menegaskan dengan Firman-Nya:

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil". (Q.S. Al-Qashash: 55)

Sedangkan dalam ayat lainnya Allah SWT berfirman:

“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.”(QS. An-Nuur: 12)

Selanjutnya “mata” atau “penglihatan” adalah “indera” tubuh yang paling utama untuk “dipuasakan”. Sebab kalau disimak dari keadaan hidup  kita  sehari-hari,  maka  lebih  banyak  kemungkinan- kemungkinan buruk yang bisa terjadi oleh sebab pandangan mata. Bahkan begitu pentingnya “puasa” dalam artian “menjaga dan memelihara mata”, maka Allah sekaligus menggandengnya dengan  perintah “puasa” dalam hal menjaga dan mengendalikan “syahwat” yang kita miliki. Dan perintah tersebut tidak ditegaskan secara umum oleh Allah Ta’ala, melainkan dinyatakan Allah secara terpisah untuk laki-laki dan perempuan. Allah Ta’ala berfirman:

 “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka; Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nuur: 30)

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An-Nuur: 31)

Diakui atau tidak, maka sebenarnya “pandangan mata” tidak hanya dapat membangkitakan “syahwat” atau “gairah seksualitas” saja, akan tetapi juga dapat berdampak pada urusan perut atau selera makan dan minum; kepemilikan harta; jabatan dan lain-lain sebagainya yang pada akhirnya bisa menjerumuskan seseorang ke dalam murka Allah Ta’ala.

Dan yang paling utama untuk diingat, mengapa “puasa seumur hidup” wajib dijalani, karena secara tegas Allah Ta’ala telah memperingatkan kita dengan Firman-Nya:

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”  (Q.S.Al-Isra’:  36)

Inilah beberapa hal yang patut kita pahami setelah kita dididik dan dilatih oleh Allah Ta’ala melalui perintah “puasa Ramadhan” yang lalu, yang pada akhirnya kita dapat mengaplikasikan dan mejabarkannya di sepanjang kehidupan yang kita jalani. Sehingga dengan demikian nilai-nilai takwa yang kita miliki akan senantiasa terpelihara. In syaa’ Allah !
Wallahua’lam.

Jakarta, 7 Syawal 1436 H / 24 Juli 2015

KH. BACHTIAR AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.