oleh: KH.Bachtiar
Ahmad
======================
Perjalanan Ramadhan tahun ini usai sudah. Untuk
sementara waktu Ramadhan akan bersembunyi di balik perjalanan waktu, hingga
tiba saatnya Allah kembalikan ia di tahun yang akan datang. Dan ketika Ramadhan usai tentu ada yang
menarik nafas lega, lantaran tidak lagi merasa terbebani dengan aturan agama yang mengikat aktifitas
mereka sehari-hari. Sementara disisi lain “hamba
Allah” yang benar beriman dengan ikhlas kepada Allah dan Hari Kemudian akan
merasa sedih, lantaran harus berpisah dengan “bulan kemuliaan” yang sarat dengan rahmat dan berkah Allah
tersebut. Mereka khawatir, jangan-jangan tahun yang akan datang mereka tak lagi
dapat bertemu dengan Ramadhan.
Namun demikian, lepas dari kondisi suka atau tidak suka
berpisah dengan Ramadhan tahun ini, maka ada satu hal yang patut kita renungkan
dan pertanyakan kepada diri sendiri; Sudahkah kita berhasil mencapai tujuan
Ramadhan sebagaimana yang diinginkan Allah di dalam Firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S.Al-Baqarah:
183)
“Takwa” dalam arti yang umum” “melaksanakan semua perintah Allah; baik dalam hal beribadah maupun
dalam hal meninggalkan apa yang dilarang Allah.” Dan tentu saja dalam
masalah hablumminalaah
maupun hablumminannas-nya.
Oleh karenanya setelah Ramadhan berlalu, maka nilai-nilai ketakwaan itu
haruslah tampak dalam prilaku hidup sehari-hari. Artinya ada perubahan akhlak
yang lebih baik jika dibandingkan dengan prilaku hidup sebelum kita menjalani
aktifitas Ramadhan. Jika tidak, maka ibadah (puasa) Ramadhan yang dilakukan
tentulah tidak ada nilai tambahnya selain
daripada menahan haus dan lapar berkepanjangan sebagaimana yang diisyaratkan
oleh Rasulullah SAW dalam hadis beliau:
“Betapa banyak orang yang
berpuasa, tetapi tidak mendapatkan pahala puasanya, selain dari rasa lapar dan
haus” (HR.
Imam Ahmad; Al-Hakim; An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah r.a)
“Mujahadah” yang dijalani selama Ramadhan hendaknya benar-benar
berbekas, sehingga di hari-hari mendatang kita lagi membiarkan diri terjebak
dalam perangkap nafsu yang tentunya lebih cenderung untuk melakukan kejahatan
sebagaimana yang di-ingatkan Allah SWT
melalui pernyataan Nabi Yusuf a.s:
“Dan aku tidak membebaskan diriku
(dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yusuf: 53)
Sebab
bagaimanapun juga tentu telah kita ketahui bersama, bahwa salah satu tujuan
utama dari pelaksanaan kewajiban ibadah puasa Ramadhan adalah dalam rangka
pengendalian hawa nafsu yang kita miliki. Bahkan untuk hal yang demikian itu,
suka tidak suka selama Ramadhan kita juga harus menahan diri dari segala
sesuatu yang halal dan yang dibolehkan. Jadi apabila seusai Ramadhan ini kita
kembali mengumbar nafsu dan melakukan sesuatu
secara berlebih-lebihan, sekalipun hal itu tidak dilarang oleh agama,
maka tentu saja upaya dan pembelajaran yang kita laksanakan selama Ramadhan
akan menjadi sia-sia.
Di sisi lain “muroqobah” yang dirasakan selama
Ramadhan hendaklah terus menerus dihadirkan
dengan kesadaran yang penuh; Bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat
setiap langkah dan perbuatan yang kita lakukan. Hendaknya kita tetap menyadari, bahwa tidak ada
sedikitpun celah bagi kita agar bisa bersembunyi dari pandangan Allah untuk
mengumbar nafsu dan melakukan kemungkaran. Kita akan selalu ingat bahwa:
“Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas
'Arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia
bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S.Al-Hadiid: 4)
Mudah-mudahan
dengan menyadari hal tersebut, kita tidak akan lagi menodai “fitrah diri” yang insya Allah
telah kita kembalikan kesuciannya dengan karunia Allah dalam berkah dan rahmatnya
Ramadhan. Sehingga kita akan tetap menjadi orang yang beruntung sebagaimana
yang telah ditegaskan Allah Ta’ala dengan Firman-Nya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
mensucikan jiwanya. Dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Syams: 9-10)
Selamat jalan Ramadhan, in syaa’ Allah kita akan
bertemu lagi di tahun yang akan datang. Semoga Allah Ta’ala tetap membimbing
kami dengan hidayah dan inayah-Nya, agar kesucian jiwa; keta’atan dan ketakwaan
yang telah dianugerahkan Allah melalui perantaraanmu tidaklah menjadi
sia-sia di hari-hari mendatang.
Wallahua’lam.
Jakarta, 29
Ramadhan 1436 H / 16 Juli 2015
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment