oleh: KH.BACHTIAR
AHMAD
========================
“Tangan mencencang bahu memikul” adalah sebuah
ungkapan atau peribahasa/pepatah Melayu yang memberi pengajaran kepada setiap
orang, bahwa “siapa saja yang berbuat kesalahan,
maka dia sendirilah yang akan menanggung akibatnya.” Akan tetapi
sebagaimana yang pernah saya sampaikan melalui tulisan yang berjudul “Nilai dakwah dalam ungkapan Melayu”, bahwa ungkapan atau peribahasa/pepatah Melayu
tersebut tidak hanya memiliki nilai filosopi
lahiriah yang bersangkut paut dengan urusan dunia. Melainkan boleh jadi ungkapan atau pepatah petitih itu adalah semacam tafsir dari Firman Allah
Ta’ala atau Hadis Nabi SAW yang sangat bermanfaat untuk menambah atau
meningkatkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan (khususnya) di kalangan orang
Melayu.
Nah, berkaitan dengan masalah ungkapan atau peribahasa “Tangan
mencencang bahu memikul” di atas, maka Al-Quran dan Sunnah (Hadis) Nabi SAW
secara jelas dan tegas menyebutkan, bahwa setiap orang akan bertanggung jawab
atas apa saja akibat atau buah perbuatannya selama ia hidup di dunia; khususnya
perbuatan jahat yang ia lakukan sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam
Firman Allah Ta’ala:
“Apakah manusia
mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (Q.S.Al-Qiyamah: 36)
“Tiap-tiap diri
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (Q.S.Al-Muddats-tsir: 38)
“Dan orang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya
memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan
untuknya sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya.” (Q.S.Fathir: 18)
Adapun tanggung jawab seseorang atas apa yag dilakukannya,
maka tatkala masih di dunia tentulah masih bisa “membela diri” atas semua perbuatan/kesalahan yang dilakukan.
Lantaran di hadapan sidang “pengadilan
dunia” orang yang bersalah masih bisa berbicara membela dirinya; baik
dengan lisannya sendiri maupun dengan perantaraan para saksi dan kuasa hukum
(pembela) yang diminta untuk itu. Namun ketika diri sudah berada dalam “mahkamah Allah”, dimana dirinya akan
berhadapan langsung dengan Allah, maka sedikitpun tidak ada celah bagi
seseorang untuk membela dirinya sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah Hadis
bahwa:
“Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak seorangpun di antara kamu, melainkan ia akan diajak bicara
oleh Allah dengan berhadapan muka, tiada penerjemah antara dirinya dengan
Allah. Lalu ia akan melihat ke sebelah kanannya dan tiadanya selain yang dilihatnya selain amal perbuatannya
sendiri; Melihat pula ke sebelah kirinya, maka tiadalah yang dilihatnya selain
amal perbuatannya sendiri. Kemudian ia melihat di hadapannya, maka tiadalah
yang dilihatnya kecuali neraka yang menyongsong wajahnya. Oleh karena itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari neraka, walaupun hanya dengan menyedekahkan
setengah butir kurma.” (HR.Muttafaq
‘alaihi dan At-Tirmidzy dari ‘Adiy bin Hatim r.a)
Oleh sebab yang demikian itulah, sebelum “bahu memikul” apa yang “dicencang tangan”, maka hendaklah kita berhati-hati dalam setiap
tindakan dan perkataan, karena sekecil apapun akibat dari perbuatan tersebut
akan mendapat balasan dari Allah Ta’ala
sebagaimana Firman-Nya:
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan
seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. // Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan
seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (Q.S.Al-Zalzalah: 7-8)
Mudah-mudahan dengan
sedikit tulisan ini kita (khususnya orang Melayu), bisa lebih banyak memaknai
dan memahami apa yang tersurat dan tersurat dalam setiap ungkapan atau
peribahasa/pepatah yang ada untuk menambah keimanan dan keta’atan kepada Allah
Ta’ala. Sebab bagaimanapun juga sejak dulu sudah dikatakan, bahwa landasan adat
istiadat kehidupan orang Melayu itu adalah:
“Adat bersendi syarak; syarak bersendikan Kitabullah dan
As-Sunnah.”
Wallahua'lam.
Wallahua'lam.
Bagansiapiapi, 15 Ramadhan 1436 / 02 Juli 2015
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment