Friday, 21 August 2015

AGAMA YANG DIMUDAHKAN

oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
Banyak di antara kita yang merasa sulit dan berat untuk melaksanakan “syari’at Islam”. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah menyatakan, bahwa “Islam” adalah agama yang mudah dan dimudahkan sebagaimana yang dijelaskan Allah dengan Firman-Nya:

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”  (Q.S. Al-Hajj: 78)

“Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (Q.S. Thaa-Haa: 2)

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 185)

Sementara dalam hadis beliau Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya agama ini adalah agama yang mudah, dan tidaklah seseorang itu melampaui batas dalam menjalankan agama ini kecuali akan kalah dengan sendirinya. Oleh karena itu berusahalah untuk mengamalkan agama ini dengan benar, dan kalau tidak bisa sempurna, maka berusahalah untuk mendekati kesempurnaan. Dan bergembiralah kalian dengan pahala bagi kalian yang sempurna walau pun amalan kalian tidak sempurna. Dan upayakan menguatkan semangat beribadah dengan memperhatikan ibadah di pagi hari dan di sore hari dan di sebagian malam (yakni waktu-waktu di mana kondisi badan sedang segar untuk beribadah). (HR. Al-Bukhari; An-Nasa’I; Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a)

“Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan sebagai seorang pengajar yang memudahkan.” (HR. Muslim, dari ‘Aisyah ra.)

Kemudahan dan keringanan atau yang disebut sebagai “rukhsah” yang diberikan Allah SWT untuk menjalankan apa-apa yang telah ditetapkan dan yang diwajibkan-Nya itu, tidak hanya berlaku dalam keadaan ”darurat” atau kondisi-kondisi tertentu, akan  tetapi juga ada dalam keadaan biasa. Sebagai contoh mari kita pahami dan renungkan sejenak tentang kemudahan-kemudahan “ibadah” yang  telah diwajibkan-Nya kepada kita:  

Pertama: Allah Ta’ala mewajibkan kita untuk mengerjakan sholat 5(lima) kali/waktu dalam sehari semalam. Atau dengan kata lain dalam kurun waktu 24 jam (1440 menit). Dalam hal ini jika rata-rata setiap kali kita mengerjakan sholat hanya memakan waktu 15 menit, maka total waktu untuk mengerjakan perintah sholat yang diwajibkan itu hanya 75 menit, atau hanya kurang lebih 5% dari total waktu yang Allah berikan kepada kita. Akan tetapi nyatanya tetap saja kita merasa berat dan sulit, padahal waktu yang diberikan Allah kepada kita untuk urusan (dunia) lainnya jauh lebih banyak.

Kedua: Dalam setahun hidup yang kita jalani berjumlah 365 hari. Dan Allah SWT hanya mewajibkan kita “puasa” 29 atau 30 hari, itupun tidak harus kita lakukan selama 24 jam setiap harinya. Secara umum “puasa” yang diwajibkan (di Indonesia) hanya berkisar antara 14-16 jam dalam sehari semalam. Oleh sebab itu alangkah ironisnya jika puasa yang diwajibkan itu masih kita sebut sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyulitkan.

Ketiga: Jika kita punya uang/harta, maka  “zakat”  yang wajib kita keluarkan hanya 2,5%. Sementara sisanya bisa kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan pribadi kita. Dan itupun tidak serta merta harus kita keluarkan zakatnya, karena kewajiban zakat baru dilaksanakan  jika “hisab dan nasabnya” masih sudah terpenuhi.

Ke-empat: Allah memang mewajibkan kita untuk menunaikan ibadah “Haji”. Akan tetapi kewajiban itu hanya berlaku bagi mereka yang mampu atau yang memiliki ongkos untuk melaksanakannya; dan itupun harus pula disertai dengan kondisi lainnya seperti masalah kesehatan; jaminan keamanan; tersedianya angkutan lain sebagainya. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka kewajiban itu boleh ditinggalkan. 

Hitungan-hitungan di atas mungkin terlalu naïf untuk dijadikan sebagai contoh kasus. Akan tapi itulah kenyataannya, bahwa sekalipun manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah sebagaimana Firman-Nya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah (beribadah kepada)-Ku.” (Q.S.Adz-Dzariyaat: 56); Allah Ta’ala telah memberikan “porsi” atau “waktu” yang lebih banyak untuk “urusan dunia” yang kita lakukan (sebagai bagian ibadah yang tidak diwajibkan) daripada urusan “ibadah yang diwajibkan-NYA”.

Adapun tentang “larangan Allah” kepada manusia dalam beberapa keadaan, pada hakikatnya Allah tidak bermaksud untuk menghalangi manusia dari kesenangan duniawinya. Hal itu semata-mata adalah untuk kemashlahatan atau kebaikan manusia itu sendiri; Baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kepentingannya sebagai “makhluk sosial” sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman-Nya:

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (Q.S. Al-Baqarah: 219)

“Islam itu adalah agama yang mudah lagi dimudahkan”  tapi bukanlah untuk “dimudah-mudahkan” sebagaimana yang banyak terjadi dan kita saksikan sendiri pada waktu sekarang ini. Bahwa banyak orang yang “menggampangkan” urusan kewajibannya kepada Allah demi kepuasan nafsu dan kepentingan diri dan dengan berbagai alasan yang sengaja dicari-cari untuk maksud dan tujuannya tersebut. Bahkan ada yang berpendapat, bahwa “bukan kita lagi yang wajib menyesuaikan diri dengan ajaran Islam, melainkan  ajaran Islam itulah yang wajib  menyesuaikan diri dengan kehendak kita”.

Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang “mempermudah” urusan agama yang sejak awal memang telah “mudah dan dimudahkan” oleh Allah Ta’ala. Wallahua’lam

Bagansiapiapi,  6 Dzulqaidah  1436 H  /  21 Agustus 2015
KH.BACHTIAR AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.