oleh:
KH.Bachtiar Ahmad
====================
Jika
kita lihat dengan mata telanjang, maka perbedaan dan keragaman yang ada di
dalam kehidupan ini adalah semacam “paradoks”. Artinya
adalah, bahwa perbedaan dan keragaman yang ada seolah-olah menunjukkan Allah Ta’ala
tidak berlaku adil kepada makhluk-Nya. Padahal sebaliknya, justru melalui
perbedaan dan ragam kehidupan itulah Allah meletakkan neraca keadilan-Nya.
Sementara di sisi lain, maka hanya dengan adanya perbedaan dan keberagaman
itulah itulah manusia dapat semaksimal
mungkin melaksanakan semua perintah Allah
dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini contoh yang paling sederhana
adalah; Andai saja semua manusia dijadikan berwajah sama, tentulah kita tak
mungkin dapat saling berkenalan dan bersilaturahmi dengan baik. Andai saja semua manusia dijadikan
Allah sebagai orang kaya dan berkedudukan tinggi; Lalu siapakah yang harus
bertani; dan siapa pula yang menjadi pedagang dan lain sebagainya.
Satu hal yang
patut kita maklumi adalah, bahwa kendati manusia diciptakan Allah dengan
beraneka ragam perbedaan, namun setiap orang diberi kesempatan dan peluang dalam
perlombaan mencapai garis finish untuk mendapatkan penghargaan dan kemuliaan di
sisi Allah Ta’ala. Dengan kata lain, bahwa jika kehidupan ini di-ibaratkan
sebagai suatu perlombaan marathon dan para peserta lombanya berada di garis
start yang berbeda-beda, maka siapapun orangnya; tak pandang apakah ia adalah
seorang yang gagah lagi tampan ataupun yang berwajah buruk; yang tinggi ataupun
yang pendek; yang kaya maupun yang miskin; pejabat ataupun rakyat jelata;
semuanya punya kesempatan untuk sampai di garis finish yang Allah beri nama “taqwa”
sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Firman-Nya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah, ialah orang
yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Menge-tahui lagi Maha
Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat: 13)
Oleh sebab hal
yang demikian itulah, jika di dalam kehidupan dunia ini kita tidak punya
kesempatan, atau kalah dalam setiap pertandingan dan perlombaan kehidupan, maka
sudah seharusnyalah kita tak perlu berkecil hati. Sebab bagaimanapun juga,
peluang kita untuk sampai di garis finish atau mendapatkan tempat dan kedudukan
yang lebih baik di sisi Allah masih ada, jika kita mau memanfaatkan segala
macam fasilitas yang telah diberikan Allah kepada kita. Walaupun secara kasat mata apa yang ada
dan apa yang kita miliki, tidaklah sama dengan apa yang diberikan Allah Ta’ala kepada
saudara-saudara kita yang lain.
Hendaklah kita
sadari, bahwa segala macam perbedaan itu memang sengaja Allah ciptakan sebagai salah satu bahan ujian
yang wajib kita jalani. Untuk hal itulah Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Dia lah
yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian
kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengam-pun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-An’aam: 165)
Sedangkan dalam
ayat yang lain Allah Ta’ala menegaskan:
“dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu; maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu.” (Q.S. Al-Maa-idah: 48)
Oleh karena sekali
lagi diingatkan, jika kita tidak punya kesempatan atau peluang untuk meraih tempat terhormat di dunia yang fana
ini, jangan pernah cemas atau merasa rugi. Sebab selagi hayat masih dikandung
badan, dengan berbekal iman dan takwa yang dimiliki, peluang kita untuk meraih
dan mendapatkan tempat terhormat di sisi Allah SWT masih ada.
Mudah-mudahan
kita semua berhasil menjadi peserta lomba yang sampai di garis finish yang
bernama “taqwa” tersebut dengan sebaik-baiknya. Aamiin ya robbal
‘alamiin.
Wallahua’lam.
Jakarta, 21
Syawal 1436 H / 7 Agustus 2015
KH.Bachtiar
Ahmad
No comments:
Post a Comment