oleh: KH. Bachtiar Ahmad
=====================
“CINTA” adalah salah satu anugerah Allah Ta’ala yang
terbaik dan terindah dalam kehidupan manusia, yang secara umum di dalamnya ada
rasa suka; kasih sayang; saling merindu; rasa hormat; malu; taat; patuh dan
tunduk kepada yang dicintai serta dapat pula memacu semangat untuk berbuat
lebih baik, bahkan sanggup mengorbankan jiwa raga untuk yang dicintai. Dan dalam
petikan kisah-kisah berikut, mudah-mudahan kita bisa belajar lebih banyak dan
mendalam tentang kondisi cinta yang luar biasa; atau “bukan cinta biasa”
sebagaimana yang kita rasakan saat ini; Khususnya cinta seorang hamba kepada
Allah dan Rasul-Nya sebagai pengejawantahan dari Firman Allah Ta’ala:
“Katakanlah: “Jika
kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali ‘Imran: 31)
=001=
Al-Hafizh
Ibnu Hajar menceritakan dalam Al-Ishabah fi Tamyizish
Shahabah:
“Bahwa
ketika perang Uhud meletus, Hanzhalah baru saja menikah dan menikmati malam
pertamanya. Dan pagi harinya ketika ia mendengar seruan untuk berangkat ke
medan perang, ia segera menyambutnya dan serta merta bergabung dengan pasukan
yang sedang berjalan ke Uhud. Padahal ia belum sempat mandi junub. Hal ini
terjadi lantaran cintanya Hanzhalah kepada Rasulullah SAW dan tak ingin
kehilangan kesempatan sedikitpun untuk bersama-sama dengan beliau dan para
sahabat yang lain untuk membela agama Allah.
Selanjutnya
atas kehendak Allah, Hanzalah gugur sebagai syuhada Uhud, dan tentu saja apa
yang dialaminya menjadi bahan perbincangan. Lalu keadaan ini disampaikan kepada
Rasulullah SAW, bahwa Hanzhalah gugur dalam keadaan junub. Rasulullah SAW
kemudian bersabda: “Sesungguhnya sahabat kalian (Hanzhalah) dimandikan oleh
para malaikat”.
=002=
Di
kisah yang lain As-Syaikh Muhammad ibnul Qayyim al-Jauziyah menukilkan kisah Abu Khaitsamah r.a
dalam Zadul Ma’ad sebagai
berikut:
“Lantaran
terpengaruh oleh an-nafs al-ammarah bis suu’ (nafsu yang cenderung kepada keburukan), Abu
Khaitsamah tertinggal dari rombongan pasukan Rasulullah SAW yang bergerak ke medan perang
Tabuk. Di sa’at yang sama Abu Khaitsamah
sedang asyik duduk bercengkerama dengan para istrinya. Dan ketika itu cuaca
sangat panas lantaran matahari sedang terik-teriknya.
Akan
tetapi beberapa saat kemudian, ketika Abu
Khaitsamah melihat air dan makanan
yang terhidang di hadapannya serta beberapa istri yang tengah mengelilinginya, dia
tersentak dan berkata kepada istri-istrinya: “Haruskah aku begini,
bergelimang kenikmatan dan kemewahan, sementara Rasulullah dan sahabat-sahabat
beliau berada di bawah sengatan teriknya matahari dan tiupan angin padang
pasir? Demi Allah, tidak demikian; aku
tidak akan mendekati kalian barang seorangpun walau hanya sesaat, dan tak akan kunikmati air dan makanan yang
kalian hidangkan ini, sampai aku bisa menyusul dan bersama-sama dengan
Rasulullah.”
Abu Khaitsamah lalu bangkit meninggalkan istri-istri dan makanan
serta minuman yang telah dihidangkan untuknya. Abu Khaitsamah bergegas mengambil kuda dan peralatan perangnya
untuk segera menyusul Rasulullah SAW dan para sahabat yang sedang menuju Tabuk.
Dan melihat debu mengepul ke udara, Rasulullah pun tahu bahwa yang sedang berpacu
ke arah beliau adalah Abu Khaitsamah, seorang sahabat dan mukmin sejati yang
tak mungkin meninggalkan jihadnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Maka Rasulullah
SAW pun bersabda: “Jadilah kalian seperti Abu Khaitsamah.”
=000=
“Hanzalah” maupun “Abu Khaitsamah”
hanyalah sedikit contoh teladan bagi
orang-orang beriman dalam hal mencintai dan menta’ati Allah dan Rasul-Nya. Lalu bagaimana
dengan “cinta” kita kepada Allah dan Rasul-Nya?
Wallahua’lam.
Bagansiapiapi,
17 Safar 1437 H / 30 Nopember 2015
KH.Bachtiar Ahmad
No comments:
Post a Comment