0leh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Anakku, hendaklah engkau
sungguh-sungguh ikhlas beriman kepada Allah tanpa syarat apapun. Janganlah
engkau jadikan Allah Ta’ala semata-mata sebagai tumpuan harapan dalam memenuhi
segala kehendak dan keinginan nafsumu saja sebagai syarat engkau beriman
kepada-Nya. Sebab hal yang demikian itu akan dapat merugikan dirimu di dunia dan di akhirat kelak sebagaimana
yang telah ditegaskan Allah di dalam Kitab-Nya:
''Dan di antara
manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (tidak dengan
penuh keyakinan), jika ia memperoleh kebajikan tetaplah ia dalam keadaan itu
(keimanan) dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana berbaliklah ia kebelakang
(menjadi kafir lagi); rugilah ia di dunia dan di akhirat, yang demikian itu
adalah kerugian yang nyata.'' (Q.S. Al-Hajj: 11)
Anakku, dalam hal ini mungkin engkau
tidak sepenuhnya menjadi kafir atau keluar dari Islam sebagai agama yang engkau
yakini. Akan tetapi ketika datang
perasaan malas dan engkau meninggalkan
kewajiban atau ibadah yang Allah perintahkan lantaran hajat atau keinginanmu
tidak dikabulkan Allah; maka keadaan itu jauh lebih buruk lagi bagi dirimu.
Sebab dirimu dapat digolongkan sebagai “orang
munafik” sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman Allah Ta’ala:
“Dan di antara manusia
ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti/diuji
(karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab
Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan
berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui
apa yang ada dalam dada semua manusia? // Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui
orang-orang yang beriman: dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang
munafik.” (Q.S. Al-Ankabut: 10-11)
Ingatlah anakku, bahwa sesungguhnya “tempat” orang-orang munafik di akhirat nanti jauh lebih buruk
dibandingkan orang-orang kafir. Hal ini ditegaskan Allah dengan Firman-Nya:
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (Q.S. An-Nisaa’: 145)
Anakku, bersungguh-sungguh dan
ikhlas beriman kepada Allah Ta’ala itu tidak hanya berlaku dalam hubungan kita
dengan Allah Ta’ala, akan tetapi juga berkaitan dengan akhlak kita dengan
sesama manusia; Artinya adalah, bahwa hendaklah ikhlas membantu orang lain tanpa
pernah memikirkan apa keuntungan yang akan diperoleh dari pertolongan yang kita
berikan itu. Sebab orang yang hanya mengharapkan keuntungan dari pertolongan
yang ia berikan kepada orang lain, adalah orang yang rugi lagi binasa
sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW:
“Binasalah (orang yang menjadi) budak (harta
berupa) emas, celakalah (orang yang menjadi) budak (harta berupa) perak,
binasalah budak (harta berupa) pakaian indah, kalau dia mendapatkan harta
tersebut maka dia akan ridha (senang), tapi kalau dia tidak mendapatkannya maka
dia akan murka. Celakalah dia tersungkur wajahnya (merugi serta gagal
usahanya), dan jika dia tertusuk duri (bencana akibat perbuatannya) maka dia
tidak akan lepas darinya”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah r.a)
Semoga kita
termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ikhlas dan sungguh-sungguh kepada
Allah Ta’ala dan rasul-Nya. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 6 Rabi’ul Awal 1437 H / 18 Desember
2015
KH.Bachtiar Ahmad
No comments:
Post a Comment