oleh: KH Bachtiar Ahmad
====================
Syaikh Abdul Karim ibni Hawazin Al-Qusyairy An-Naisabury berkisah
di dalam Ar-Risalatul Qusyairiyyah fi
‘Ilmi at-Tashauwwufi: “Bahwa pada suatu hari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib
r.a yang sangat terkenal dengan kemurahan hatinya berjalan menuju kebunnya;
Dalam perjalanannya, lantaran hari sudah siang dan cuaca agak terik, Abdullah
berhenti di salah satu kebun kurma milik orang lain, yang saat itu sedang
dijaga oleh seorang budak hitam.
Beberapa
saat kemudian Abdullah melihat budak tersebut mengeluarkan bekal makanannya;
dan nyaris di saat yang bersamaan masuklah ke dalam kebun tersebut se-ekor
anjing kurus; yang kelihatannya sangat lapar sekali. Sambil menjulur-julurkan
lidahnya, anjing kurus tersebut menatap
ke arah budak hitam yang saat itu tengah mengeluarkan sepotong roti dari
kantung makanannya. Dan demi melihat keadaan anjing tersebut, budak hitam itu
lalu memotong rotinya menjadi dua dan melemparkannya kepada “si anjing” dan hanya dalam hitungan
detik; dengan lahapnya si anjing memakan roti tersebut. Begitu roti itu habis
dilahapnya si anjing kembali menatap ke
arah budak hitam “si penjaga kebun”. Mengetahui
keadaan itu, si budak hitam itu lalu melemparkan kembali potongan roti yang ada
di tangannya, yang seharusnya menjadi bagian untuk dirinya.
Menyaksikan
keadaan yang luar biasa itu Abdullah bin Jakfar lalu mendatangi budak hitam
tersebut dan terjadilah percakapan di antara mereka:
“Wahai penjaga kebun, berapa banyakkah
engkau diberi bekal dalam sehari untuk menjaga kebun ini ?”
Budak
hitam itu menjawab: “Seperti yang tuan
lihat tadi, hanya sepotong roti itulah yang menjadi bekalku.”
“Lalu mengapa engkau berikan semua roti
tadi kepada si anjing. Bukankah engkau juga membutuhkannya ?”
“Wahai tuan, di sekitar kebun ini
sebenarnya tak ada se-ekor pun anjing yang dipelihara orang. Anjing yang
kelaparan tadi mungkin datang dari tempat yang jauh; dan mungkin saja sudah
berhari-hari tak menemukan makanan. Tentulah anjing itu sangat lapar sekali dan
dia lebih membutuhkan makanan dibandingkan diriku.”
“Tapi apakah kau engkau tidak khawatir
dengan dirimu tanpa ada yang kau makan hari ini?”
“Alhamdulillah, hari ini aku akan
berlapar-lapar dan mudah-mudahan Allah akan mencatatnya sebagai puasaku hari
ini.”
Mendengar
ucapan si budak hitam tersebut, Abdullah berkata dalam hatinya: “Ternyata ada orang yang lebih pemurah dan
lebih baik dariku. Padahal aku telah dicela orang karena terlalu pemurah kepada
orang lain.”
Beberapa
waktu kemudian; Abdullah bin Jakfar membeli kebun tersebut berikut si budak
hitam penjaganya; lalu menghibahkan kebun tersebut kepada si budak hitam dan
sekaligus memerdekakannya. Wallahua’lam.
Jakarta,
20 Rabi’ul Awal 1437 H / 01 Januari 2016
KH.Bachtiar
Ahmad
No comments:
Post a Comment