oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Kata “takwa” secara umum sering dimaknai dengan kaidah: “melaksanakan apa-apa yang diperintahkan
Allah Ta’ala dan meninggalkan semua larangan-NYA.” Dan jika makna ini
dikaitkan dengan dengan hakikat “iman” yang sering kita dengar, maka jelas makna “Takwa dan Iman” tidaklah jauh berbeda.
Sebab hakikat “iman” menurut
terminologinya adalah: “Diucapkan dengan lidah/lisan;
dibenarkan oleh hati; dan dibuktikan dengan amaliah badani/jasmani”. Dan tentu saja dengan pemahaman
itu, konsekwensi pokok yang wajib dilaksanakan oleh seseorang yang mengaku
beriman adalah: “melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah Ta’ala
dan meninggalkan semua larangan-NYA.”
Sekarang jika “iman
dan takwa” tersebut memiliki kesamaan makna, maka pertanyaannya adalah;
Mengapa Allah wajibkan orang beriman berpuasa (di bulan Ramadhan) agar mereka
menjadi takwa sebagaimana Firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana di-wajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 183)
Syaikh Abdullah Al-Ghazali menjelaskan: Bahwa apa yang
dimaksudkan Allah Ta’ala dengan Firman-Nya “agar
kamu bertakwa” adalah “agar kamu
memiliki amaliah atau kebajikan yang lebih banyak dan bernilai tinggi di sisi
Allah Ta’ala.”
Pernyataan Syaikh Abdullah Al-Ghazali tersebut beliau
sandarkan pada sebuah Hadis Nabi SAW yang dinukil oleh Imam Al-Qusyairi dalam
Risalah Qusyairiyah; Bahwa Ibnu Daris meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudry r.a; “Ada seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah, berilah saya nasihat.” Kemudian
Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah engkau memiliki ketakwaan kepada Allah,
yakni hendaklah engkau memiliki kumpulan (banyak) amal kebajikan.”
Adapun hakikat dari “kumpulan
kebajikan” tersebut dijelaskan oleh Al-Qusyairi adalah: “Wajib melindungi diri dari murkanya Allah
yang bersumber dari; perbuatan syirik; kejahatan dosa besar; perbuatan syubhat
(hal-hal yang meragukan); mengendalikan diri dari hal-hal yang disukai nafsu,
sekalipun hal itu tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Dari beberapa penjelasan di atas, maka “Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya”
yang telah mendidik dan memberikan kesempatan yang sebaik-baiknya bagi
orang-orang beriman untuk melakukan dan mengumpulkan atau memperbanyak amal
kebajikannya di bulan Ramadhan, yang setiap sa’at atau detiknya Allah berkahi
dengan rahmat-Nya yang berlimpah-limpah. Sehingga pada akhirnya siapa saja yang
benar-benar memanfa’atkan peluang yang Allah sediakan di bulan Ramadhan
tersebut, bisa meraih derajat “ketakwaan”
sesuai dengan kapasitas dirinya masing-masing. Dan akan semakin mulialah
dirinya dalam pandangan Allah Ta’ala sebagaimana Firman-NYA:
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (Q.S.Al-Hujurat: 13)
Kata Syaikh Abdullah Al-Ghazali, karena orang yang
dimuliakan Allah Ta’ala itu memiliki banyak amaliah kebajikan yang bernilai
tinggi dalam pandangan Allah Ta’ala.
Semoga puasa yang kita tunaikan tahun ini dapat menjadikan
kita mulia di sisi Allah Ta’ala nantinya. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 11 Ramadhan 1437 H / 16 Juni 2016
KH.Bachtiar Ahmad.
No comments:
Post a Comment