Thursday 16 June 2016

Puasa: IMAN DAN TAKWA



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Kata “takwa” secara umum  sering dimaknai dengan kaidah: “melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah Ta’ala dan meninggalkan semua larangan-NYA.” Dan jika makna ini dikaitkan dengan dengan hakikat “iman”  yang sering kita dengar, maka jelas makna “Takwa dan Iman” tidaklah jauh berbeda. Sebab hakikat “iman” menurut terminologinya adalah: “Diucapkan dengan lidah/lisan; dibenarkan oleh hati; dan dibuktikan dengan amaliah badani/jasmani”. Dan tentu saja dengan pemahaman itu, konsekwensi pokok yang wajib dilaksanakan oleh seseorang yang mengaku beriman adalah: “melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah Ta’ala dan meninggalkan semua larangan-NYA.”

Sekarang jika “iman dan takwa” tersebut memiliki kesamaan makna, maka pertanyaannya adalah; Mengapa Allah wajibkan orang beriman berpuasa (di bulan Ramadhan) agar mereka menjadi takwa sebagaimana Firman-Nya:  “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana di-wajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 183)

Syaikh Abdullah Al-Ghazali menjelaskan: Bahwa apa yang dimaksudkan Allah Ta’ala dengan Firman-Nya “agar kamu bertakwa” adalah “agar kamu memiliki amaliah atau kebajikan yang lebih banyak dan bernilai tinggi di sisi Allah Ta’ala.”

Pernyataan Syaikh Abdullah Al-Ghazali tersebut beliau sandarkan pada sebuah Hadis Nabi SAW yang dinukil oleh Imam Al-Qusyairi dalam Risalah Qusyairiyah; Bahwa Ibnu Daris meriwayatkan  dari Abu Sa’id Al-Khudry r.a; “Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah, berilah saya nasihat.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah engkau memiliki ketakwaan kepada Allah, yakni hendaklah engkau memiliki kumpulan (banyak) amal kebajikan.”

Adapun hakikat dari “kumpulan kebajikan” tersebut dijelaskan oleh Al-Qusyairi adalah: “Wajib melindungi diri dari murkanya Allah yang bersumber dari; perbuatan syirik; kejahatan dosa besar; perbuatan syubhat (hal-hal yang meragukan); mengendalikan diri dari hal-hal yang disukai nafsu, sekalipun hal itu tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.”

Dari beberapa penjelasan di atas, maka “Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya” yang telah mendidik dan memberikan kesempatan yang sebaik-baiknya bagi orang-orang beriman untuk melakukan dan mengumpulkan atau memperbanyak amal kebajikannya di bulan Ramadhan, yang setiap sa’at atau detiknya Allah berkahi dengan rahmat-Nya yang berlimpah-limpah. Sehingga pada akhirnya siapa saja yang benar-benar memanfa’atkan peluang yang Allah sediakan di bulan Ramadhan tersebut, bisa meraih derajat “ketakwaan” sesuai dengan kapasitas dirinya masing-masing. Dan akan semakin mulialah dirinya dalam pandangan Allah Ta’ala sebagaimana Firman-NYA:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S.Al-Hujurat: 13)

Kata Syaikh Abdullah Al-Ghazali, karena orang yang dimuliakan Allah Ta’ala itu memiliki banyak amaliah kebajikan yang bernilai tinggi dalam pandangan Allah Ta’ala.

Semoga puasa yang kita tunaikan tahun ini dapat menjadikan kita mulia di sisi Allah Ta’ala nantinya. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 11 Ramadhan 1437 H / 16 Juni 2016
KH.Bachtiar Ahmad.


No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.