Friday, 24 June 2016

Puasa: ULAR DAN KUPU-KUPU



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal; // (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali ‘Imran: 190-191)

Dan dalam ayat lainnya Allah Ta’ala menegaskan: “Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini.” (Q.S.Al-Jatsiyah: 4).

Maka mengacu pada apa yang telah dijelaskan Allah Ta’ala tersebut; ada baiknya kita belajar atau mengambil pelajaran dari “prilaku” hewan atau binatang yang juga melakukan puasa dalam proses kehidupannya. Sebab walaupun berbeda cara; waktu dan keadaannya, ada beberapa jenis hewan atau binatang yang berpuasa dalam proses kehidupannya.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah r.a: “Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.”

Maka orang yang berpuasa semacam ini bisa jadi kita analogikan sebagai “Puasa Ular”.  Sebab dalam menjaga kelangsungan hidupnya se-ekor Ular akan “berpuasa” setiap kali akan berganti kulit. Dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu setelah menelan mangsanya, Ular akan berpuasa dan sekaligus menjalani proses “ganti kulit”. Akan tetapi walau sudah berpuasa dan berganti kulit, Ular tersebut sedikitpun tidak akan berubah tabi’at. “Ular” akan tetap melilit dan menelan bulat-bulat mangsa yang menjadi makanannya; ia akan tetap bergerak meliuk ke kiri dan ke kanan atau berjalan melingkar untuk naik ke atas dan turun ke bawah. Dan beginilah keadaan puasa seseorang yang kapasitas imannya rendah. Ia akan menjalani atau melaksanakan puasa hanya sebagai rutinitas tahunan yang ia anggap wajib untuk melaksanakannya. Dan seiring dengan berlalunya bulan Ramadhan dan ia selesai melakukan puasa, maka ia pun akan kembali pada prilaku hidup yang ia lakoni di hari-hari sebelumnya.

Sebaliknya bagi orang  yang benar-benar beriman, tentulah mereka akan berpuasa dengan penuh keikhlasan sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari dari Abu Hurairah r.a). Dan engan cara ini mereka berusaha semaksimal mungkin melakukan dan mengumpulkan kebajikan yang banyak untuk sampai pada derajat ketakwaan dan mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala.

“Puasa” di bulan Ramadhan benar-benar  mereka jadikan sebagai ajang pelatihan untuk mengendalikan nafsu diri. Sehingga pada hari-hari berikutnya usai Ramadhan, mereka tidak lagi ditunggangi oleh nafsu yang memang cenderung pada kemungkaran; Bahkan sebaliknya merekalah yang akan mengendalikan si nafsu untuk hal-hal yang positif dalam rangka memperkokoh keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Ta’ala. “Puasa” yang mereka lakoni juga akan mendidik dan melatih kejujuran mereka; atau paling tidak mengajarkan mereka menjadi lebih jujur dari hari sebelumnya. Hal ini dikarenakan puasa adalah ibadah “sirr”; ibadah yang tersembunyi dari pandangan orang lain, yang hanya Allah Ta’ala dan si pelakunya sajalah yang tahu, bahwa ia sedang berpuasa. Selain itu, dengan motivasi bekah dan rahmat yang berlimpah yang Allah Ta’ala berikan di bulan Ramadhan; mereka (orang yang sungguh-sungguh beriman) akan berlomba-lomba berbuat kebajikan yang banyak seperti; sedekah; membaca Al-Qur’an; mendirikan sholat sunat; menyantuni fakir miskin dan lain sebagainya. “Puasa” yang semacam itu, yang dilakukan oleh orang beriman tujuan untuk mendidik dan melatih dirinya untuk mengendalikan hawa nafsunya; menjadi orang yang jujur dan banyak berbuat kebajikan sebagaimana yang dijelaskan di atas, dapatlah kita sifatkan sebagai puasanya se-ekor Kupu-Kupu.

Melalui “Kupu-Kupu” Allah Ta’ala memberi pengajaran kepada kita, bahwa sebelum menjadi se-ekor “Kupu-Kupu” yang indah, ianya adalah se-ekor “Ulat” yang menjijikkan yang sangat rakus melahap segala macam daun yang ada di sekitarnya. Setelah tiba sa’atnya “si ulat” akan mengurung dirinya di dalam sarung atau kokonnya atau berubah menjadi kepompong, dan antara 15-20 hari “si Ulat” di dalam keterasingannya melakukan puasa, hingga tiba masanya kokon atau kepompong tersebut akan terbuka dan dari dalamnya keluarlah “Kupu-Kupu” yang indah.

Ulat yang tadinya rakus dan menjijikkan yang membuat resah para pemilik tanaman, yang tadinya bergerak lamban; berubah total menjadi  se-ekor “kupu-kupu” cantik, yang hanya akan memakan atau mengisap sari madu bunga yang disukai oleh para pemilik tanaman karena membantu mereka melakukan penyerbukan, sehingga bunga berubah bentuk menjadi putik dan buah yang tidak hanya disukai manusia, tapi juga disukai oleh hewan-hewan lain yang ada di sekitarnya.

Dan oleh karena Allah Ta’ala berkendak agar kita berusaha meningkatkan ketakwaannya melalui puasa (Ramadhan) yang diwajibkan-NYA kepada setiap orang yang beriman, maka tak ada pilihan lain; kecuali kita harus memilih “berpuasa” dengan cara “kupu-kupu”. Walaupun pada hari-hari sebelumnya, kita adalah se-ekor “Ulat” yang dipandang jijik oleh setiap orang. Semoga saja Allah Ta’ala menolong kita. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 18 Ramadhan 1437 H / 22 Juni 2016
KH.Bachtiar Ahmad

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.