oleh:
KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Ketika Ramadhan berlalu, maka banyak di antara kita
yang secara bertahap menurunkan kadar keimanan dan keta’atannya kepada Allah
Ta’ala; Banyak di antara kita yang secara berangsur menutup pintu-pintu
kebaikan yang telah dibangun selama bulan Ramadhan; Banyak yang mengabaikan dan
tidak menjaga ukiran amaliah yang telah dipahat selama Ramadhan; Perlahan tapi
pasti, banyak di antara kita yang berbuat layaknya seorang perempuan yang menguraikan
kembali benang yang telah dipintalnya dengan kuat sebagaimana yang Allah Ta’ala
sindir di dalam Firman-Nya:
“Dan tepatilah
perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan
sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan
Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.// Dan janganlah kamu seperti seorang
perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi
cerai berai kembali.” (Q.S. An-Nahl: 91-92)
Kata ahli hikmah: “meraih
kemenangan itu mudah, tapi mempertahankannya sangatlah susah.”. Dan inilah
yang banyak terjadi di antara kita sa’at ini; Bahwa ketika Ramadhan dihadirkan
Allah Ta’ala di dalam perjalanan hidup kita, maka banyak di antara kita berlomba-lomba
melakukan kebajikan, sebagai tanda iman dan keta’atan kita kepada Allah Ta’ala.
Segala macam perkara amal kebajikan kita usahakan untuk melakukannya, walau
hanya sekadar “membaca satu dua ayat
Al-Qur’an” dalam sehari; walau hanya sekadar “berinfaq atau bersedekah seribu rupiah” sehari; walau hanya
sekadar menambah aktifitas silaturahmi melalui sholat berjamaah dengan tarawih
dan witir “sebelas raka’at” sehari
dan berbagai macam amaliah kebajikan lainnya.
Lalu sa’at ini setelah kita berhasil menjadi salah
seorang pemenang walau di urutan “sekian”;
Apakah ingin menjadi atau dilihat sebagai “pecundang”
dalam pandangan Allah Ta’ala ? Semuanya kembali kepada diri kita masing-masing
untuk menjawabnya.
Bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari
Kemudian, sudah selayaknyalah kita berkewajiban untuk terus memacu diri dan
berlomba-lomba berbuat kebajikan atau beribadah hanya karena Allah Ta’ala; Baik
yang diwajibkan maupun yang disunnahkan sampai akhir hayat. Sebab jika kita
hanya berbuat kebajikan dan beramal hanya karena mengharapkan berkahnya
Ramadhan, maka sesungguhnya Ramadhan telah mati untuk sementara waktu dan kembali
kepada pemiliknya; Allah ‘Azza Wa Jalla; dan boleh jadi ketika ia dikembalikan
lagi dalam kehidupan manusia, kita tidak akan bertemu lagi dengannya. Bahkan
yang sangat merugikan lagi adalah, bahwa seperti apa yang dikatakan oleh banyak
ulama, beribadah karena Ramadhan atau karena
sesuatu selain Allah Ta’ala bisa menyeret kita ke dalam golongan “orang-orang Musyrik”. Karena
sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan peringatan kepada kita:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (Q.S. An-Nisa’:
36)
Dan Allah Ta’ala
tidak akan memberi ampunan kepada orang-orang yang mempersekutukan-Nya:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (Q.S. An-Nisa’: 48)
Wajib di-ingat dan dipatrikan di dalam hati, bahwa di
sepanjang kehidupan yang dilalui, kita hanya diperintahkan untuk menyembah dan
beribadah hanya kepada Allah Ta’ala sebagaimana yang tersirat dan tersurat
dalam Firman Allah Ta’ala:
“Dan sembahlah
Tuhanmu sampai datang kepadamu yang kamu yakini (yakni: ajalmu).” (Q.S. Al-Hijr:
99)
Syaikh Abdullah Al-Ghazali mengatakan, bahwa ayat 99 Surah
Al-Hijr di atas juga merujuk pada perintah Allah Ta’ala dalam Firman-Nya:
“Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri kepada
Allah.” (Q.S. Ali ‘Imran:
102)
Oleh karena hal-hal yang demikian itulah, mari terus
tingkatkan “kualitas dan kuantitas”
ibadah hanya karena Allah Ta’ala untuk mencapai derajat ketakwaan yang lebih
baik. Dan tatkala “panggilan pulang”
telah sampai, kita akan mendapatkan tempat yang paling baik dan mulia di sisi
Allah Ta’ala sebagaimana Firman-Nya:
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat: 13)
Ketika Ramadhan berlalu, teruslah beribadah dan menyembah
hanya kepada Allah Ta’ala semata. Sebab Allah Ta’ala tak pernah berlalu; DIA
akan selalu hidup dan mengurusi serta mengabulkan do’a-doa kita:
“Allah, tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus
menerus mengurus (makhluk-Nya);
tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.
Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi
Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.S.
Al-Baqarah: 255). Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 10 Syawal 1437 H / 15 Juli 2016
KH.Bachtiar Ahmad
No comments:
Post a Comment