0leh:
KH.Bachtiar Ahmad
====================
Anakku, ada yang mengatakan “adab” itu mendahului
“wahyu dan ilmu”. Hal ini secara transparan Allah Ta’ala perlihatkan melalui
Rasulullah SAW; Bahwa sebelum beliau diutus, lebih dahulu Allah tampakkan
keluhuran budi pekerti beliau, sehingga beliau diberi gelar oleh orang-orang
pada masa itu dengan gelar kehormatan “al-amin” yang secara umum bermakna orang
yang amanah; jujur dan dapat dipercaya. Dan berkaitan dengan itu Rasulullah SAW
bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mendidikku dalam adab dan
menjadikan sangat baik.
(HR.Al-Baihaqi/Risalah Qusyairiah).
(HR.Al-Baihaqi/Risalah Qusyairiah).
Dan adapun esensi atau hakikat dari “adab” itu adalah;
gabungan semua akhlak yang baik dan terpuji; baik kepada Allah maupun kepada
semua makhluk-Nya.
Oleh sebab itulah disebutkan oleh sebahagian ulama;
Bahwa orang memiliki adab adalah orang yang memiliki kesempurnaan ilmu,
sekalipun apa yang ia miliki (ilmunya) tidaklah banyak. Sementara orang yang
memiliki ilmu yang banyak dan tinggi dikatakan sebagai orang yang “bodoh atau
zalim”, selama ia tidak memiliki adab yang baik.
Anakku, begitu pentingnya masalah adab ini,
maka dikatakan oleh Abdullah ibnul Mubarak: “Kami
mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu
selama 20 tahun.” Sedangkan dalam satu riwayat ada disebutkan, bahwa Imam Malik
berkata: “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi
‘Abdirrahman; seorang fakih di kota Madinah di masanya-. Ibuku berpesan: “Wahai
anak, pelajarilah adab darinya sebelum engkau mengambil ilmunya.”
Anakku, sekarang ini aku melihat banyak
orang-orang yang mengaku berilmu; bahkan yang memiliki banyak gelar keilmuan
dan juga mereka yang menyandang jabatan atau kekuasaan, cenderung mengabaikan
“adab” dalam pergaulan mereka. Yang muda abai kepada yang tua dan sebaliknya
yang tua juga menganggap rendah dan remeh kepada yang muda, karena merasa
“ilmu” yang mereka miliki dan “gelar” serta “jabatan dan kekuasaan” yang mereka
sandang lebih baik dan hebat dari orang lain. Padahal jika mereka pernah
belajar, tentulah mereka dapat mengambil i’tibar atau contoh teladan yang baik
dari akhlak Rasulullah SAW; Bagaimana
sikap dan akhlak beliau ketika berhadapan dengan setiap orang; Baik dengan yang
tua maupun dengan yang muda; dengan yang miskin ataupun dengan orang-orang kaya
dan lain sebagainya. Sehingga Allah Ta’ala memuji beliau dengan Firman-Nya:
“Dan
sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S.Al-Qalam: 4)
Anakku,
sebagaimana yang dikutip oleh Imam Al-Qusyairi dalam Risalah beliau, bahwa
telah berkata Al-Jalajily al-Bashri: “Tauhid itu menuntut keimanan. Orang yang
tidak punya iman tidaklah ia bertauhid. Iman itu menuntut adanya syariat. Jadi
orang yang tidak mematuhi syariat tidaklah ia disebut beriman (dengan
sungguh-sungguh). Sementara syariat itu menuntut akan adanya adab dalam
pelaksanaannya. Maka pada akhirnya seseorang yang tidak memelihara adabnya,
berarti ia tidak memelihara iman dan tauhidnya kepada Allah Ta’ala.”
Oleh
karena itu anakku, pelihara dan jagalah adabmu, agar terpelihara keimanan dan
tauhidmu kepada Allah Ta’ala. Untuk itu senantiasalah engkau memohon kepada
Allah Ta’ala dengan do’a yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW:
“Allahummahdinii li ahsanil akhlaaqi
laa yahdi li-ahsanihaa illa anta, washrif ‘anni sayyi-ahaa, laa yashrif ‘anni
sayyi-ahaa illa anta (Artinya: Allahumma ya Allah, tunjukilah padaku akhlak
yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah
kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau].” (HR.
Muslim dari ‘Ali bin Abi Tholib)
Semoga nasihatku ini bermanfaat dan Allah
Ta’ala senantiasa memeliharamu dari keburukan akhlak dan menjadikan engkau yang
memiliki adab yang terpelihara; baik kepada Allah maupun kepada sesame
makhluk-Nya. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 30
Rabi’ul Awwal 1438 H / 30 Desember 2016
KH.Bachtiar Ahmad
No comments:
Post a Comment