Friday 29 January 2016

DOSA KITA

oleh: KH. Bachtiar Ahmad
=====================
Sebagai manusia kita tentulah tidak pernah luput dari perbuatan yang mengandung dosa. Semuanya pasti pernah berdosa. Bahkan  sampai saat ini dosa yang dimiliki terus bertambah. Akan tetapi sayangnya,  banyak di antara kita tak pernah mau menghitung-hitung dosa yang telah dilakukannya. Sebab dalam kenyataannya kita lebih suka menghitung-hitung amal dan kebajikan yang kita perbuat. Dalam hal ini barangkali kalau kita coba menghitung dosa yang telah kita lakukan dalam satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun bahkan sepanjang usia kita, kemudian kita sediakan satu kotak kosong, lalu kita masukkan semua dosa-dosa yang kita lakukan, maka besar boleh jadi kotak tersebut sudah tak berbentuk kotak lagi, karena tak mampu menahan beratnya beban dosa yang telah kita lakukan di sepanjang kehidupan yang telah kita jalani. Atau mungkin diperlukan tambahan kotak yang lain untuk menampung dosa-dosa yang kita lakukan.

Shalat yang kita kerjakan masih tambal sulam dan banyak bolongnya. Kita juga pernah memakan dan menahan hak orang miskin dan hak orang lain. Hati kita pernah dan bahkan sampai saat ini tetap saja diliputi perasaan benci dan dengki terhadap orang lain. Sedikit atau banyak tentu kita memiliki rasa permusuhan dengan saudara kita sesama muslim. Sebagai “pejabat” kita mungkin pula pernah menerima “upeti” dari orang lain yang ingin berurusan dan menyelesaikan urusannya tersebut dengan kita.

Kitapun asyik dengan diri dan keluarga kita sendiri, padahal di kiri kanan kita ada saudara dan tetangga kita yang hidup melarat. Bahkan yang paling celaka lagi adalah, mungkin kita pernah berzina; minum minuman keras atau abai terhadap apa yang diperintahkan Allah. Dan daftar ini akan semakin panjang jika terus kita telusuri jalan hidup yang telah kita lalui.           Lalu apa yang mesti kita perbuat ?

Ada baiknya anda simak kembali firman Allah SWT berikut ini:

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. //   Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu; Kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). //   Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya.” (Q.S.Az-Zumar: 53-55)

Jadi sebanyak apapun dosa yang telah kita lakukan, maka marilah kita berusaha untuk mengosongkan kotak dosa yang telah kita lakukan. Kita koosongkan atau setidak-tidaknya kita kurangi “dosa” yang ada di dalam  kotak kehidupan kita; Dan terusberusaha mengembalikan “fitrah diri” pada kesuciannya sebatas kemampuan yang kita miliki dan ridhanya Allah kepada kita. Bukankah Rasulullah SAW menyatakan, bahwa Allah jauh lebih gembira melihat seorang hamba yang datang bertaubat memohon ampun kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang yang menemukan kembali untanya yang hilang, yang sarat dengan muatan harta bendanya.

Semoga Allah Ta’ala limpahkan hidayah dan inayah-Nya kepada kita. Aamiin ya robbal ‘aalamiin.
Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 18 Rabi’ul Akhir 1437 H / 29 Januari 2016

KH. Bachtiar Ahmad

Friday 15 January 2016

NASIHAT GURUKU (46): Hidup dan Ujiannya.

0leh: KH.Bachtiar Ahmad
 ====================
Anakku, pada hakikatnya detik-detik kehidupan yang dijalani oleh manusia adalah lompatan dari satu ujian ke ujian yang lainnya. Dan itu akan terus berlangsung sampai tiba saatnya kematian menjemput dirinya untuk kembali ke hadirat Allah Ta’ala. Hal ini secara jelas dan tegas Allah nyatakan dengan Firman-Nya:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.  Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan.” (Q.S.Al-Anbiyaa’: 35)

Dan semua ujian tersebut; Baik yang menyenangkan hati maupun yang menyusahkan diri, adalah merupakan jawaban Allah Ta’ala bagi orang-orang yang mengaku beriman sebagaimana Firman-Nya:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Q.S.Al-Ankabut: 2)

Anakku, oleh hal yang demikian itulah; Jika engkau mendapati “keburukan” sebagai ujian hidup yang Allah cobakan kepada dirimu, maka hendaklah engkau bersabar menjalaninya. Dan di sisi lain patut pula engkau mensyukurinya, karena ujian yang Allah berikan kepada saudaramu yang lain jauh lebih berat dari apa yang engkau hadapi dan keburukan itu tidak pula menggoyahkan keimananmu kepada Allah Ta’ala.

Sebaliknya anakku; Jika Allah memberikan banyak  “kebaikan” sebagai ujian hidup, maka hendaklah engkau banyak-banyak bersyukur kepadanya. Dan di sisi yang lain jika kebaikan itu berupa harta dunia; maka hendaklah engkau bersabar memanfaatkannya untuk memperteguh keimananmu kepada Allah. Janganlah harta itu memperdaya dan menuntunmu untuk melupakan Allah, walau hanya sekejap saja.

Anakku, hendaklah engkau ingat benar akan pengajaran Allah; Bahwa yang buruk itu belum tentu buruk bagimu dan yang baik itu belum tentu pula baik bagimu sebagaimana yang tersirat dalam Firman Allah Ta’ala:

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 216)

Mudah-mudahan pengajaran dan nasihatku ini bermanfaat bagimu, dan kepada Allah Ta’ala jualah kita berserah diri. Wallahua’lam.

Jakarta, 4 Rabi’ul Akhir 1437 H / 15 Januari 2016

KH.Bachtiar Ahmad

Friday 1 January 2016

DIA LEBIH MEMBUTUHKANNYA DARIKU

oleh: KH Bachtiar Ahmad
====================
Syaikh Abdul Karim ibni Hawazin Al-Qusyairy An-Naisabury berkisah di dalam Ar-Risalatul Qusyairiyyah fi ‘Ilmi at-Tashauwwufi: “Bahwa pada suatu hari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib r.a yang sangat terkenal dengan kemurahan hatinya berjalan menuju kebunnya; Dalam perjalanannya, lantaran hari sudah siang dan cuaca agak terik, Abdullah berhenti di salah satu kebun kurma milik orang lain, yang saat itu sedang dijaga oleh seorang budak hitam.

Beberapa saat kemudian Abdullah melihat budak tersebut mengeluarkan bekal makanannya; dan nyaris di saat yang bersamaan masuklah ke dalam kebun tersebut se-ekor anjing kurus; yang kelihatannya sangat lapar sekali. Sambil menjulur-julurkan lidahnya,  anjing kurus tersebut menatap ke arah budak hitam yang saat itu tengah mengeluarkan sepotong roti dari kantung makanannya. Dan demi melihat keadaan anjing tersebut, budak hitam itu lalu memotong rotinya menjadi dua dan melemparkannya kepada “si anjing” dan hanya dalam hitungan detik; dengan lahapnya si anjing memakan roti tersebut. Begitu roti itu habis dilahapnya si anjing  kembali menatap ke arah budak hitam “si penjaga kebun”. Mengetahui keadaan itu, si budak hitam itu lalu melemparkan kembali potongan roti yang ada di tangannya, yang seharusnya menjadi bagian untuk dirinya.

Menyaksikan keadaan yang luar biasa itu Abdullah bin Jakfar lalu mendatangi budak hitam tersebut dan terjadilah percakapan di antara mereka:

“Wahai penjaga kebun, berapa banyakkah engkau diberi bekal dalam sehari untuk menjaga kebun ini ?” 

Budak hitam itu menjawab: “Seperti yang tuan lihat tadi, hanya sepotong roti itulah yang menjadi bekalku.”

“Lalu mengapa engkau berikan semua roti tadi kepada si anjing. Bukankah engkau juga membutuhkannya ?”

“Wahai tuan, di sekitar kebun ini sebenarnya tak ada se-ekor pun anjing yang dipelihara orang. Anjing yang kelaparan tadi mungkin datang dari tempat yang jauh; dan mungkin saja sudah berhari-hari tak menemukan makanan. Tentulah anjing itu sangat lapar sekali dan dia lebih membutuhkan makanan dibandingkan diriku.”

“Tapi apakah kau engkau tidak khawatir dengan dirimu tanpa ada yang kau makan hari ini?”

“Alhamdulillah, hari ini aku akan berlapar-lapar dan mudah-mudahan Allah akan mencatatnya sebagai puasaku hari ini.”  

Mendengar ucapan si budak hitam tersebut, Abdullah berkata dalam hatinya: “Ternyata ada orang yang lebih pemurah dan lebih baik dariku. Padahal aku telah dicela orang karena terlalu pemurah kepada orang lain.”

Beberapa waktu kemudian; Abdullah bin Jakfar membeli kebun tersebut berikut si budak hitam penjaganya; lalu menghibahkan kebun tersebut kepada si budak hitam dan sekaligus memerdekakannya. Wallahua’lam.

Jakarta, 20 Rabi’ul Awal 1437 H / 01 Januari 2016

KH.Bachtiar Ahmad

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.