oleh:
KH.Bachtiar Ahmad
=====================
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.” (Q.S.Ar-Ra’d: 11)
Berkaitan dengan hal itu Syaikh Abdullah Al-Ghazali, kondisi itu juga tersirat dalam Firman Allah:
“Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain.” (Q.S. Al-Insyirah: 7)
Artinya adalah, bahwa hendaklah setiap orang beriman itu tidak bersantai-santai
dan membuang waktunya dengan begitu saja; mereka berkewajiban memanfaatkan
waktu yang diberikan Allah dengan semaksimal mungkin untuk kepentingan dunia dan akhiratnya. Atau dengan
pemahaman lain; Jika
sudah menunaikan perintah yang wajib, maka tunaikan pula yang disunnahkan.
Setelah selesai dengan usaha untuk akhirat, maka berusahalah untuk dunia atau
sebaliknya juga demikian; selesai tugas dunia kerjakan tugas untuk akhirat. Dan
beristirahatlah seperlunya sebagaimana yang tersirat dalam Firman Allah Ta’ala:
“Dialah yang
menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya
kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar.”
(Q.S.Yunus: 67)
Selain itu, mereka tidak boleh diam dan terpaku begitu
saja dalam satu masalah; mereka harus berinovasi mencari jalan keluar dari
kegagalan yang mungkin terjadi sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam
Firman Allah Ta’ala:
“Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini
tempat hijrah yang luas dan
rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka
sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (Q.S.An-Nisaa': 100)
As-Syaikh Abdullah Al-Ghazali menjelaskan; agar tidak mudah
bosan dan merasa kecewa lantaran tujuan yang diharapkan tidak pernah tercapai,
maka perlu dipahami lebih dulu untuk apa kita harus terus bergerak dalam
kehidupan yang tengah dijalani.
Pertama; renungi dan pahami untuk apa
sebenarnya kita hidup. Dan apa yang harus kita perbuat untuk mengisi hidup yang
sedang dijalani. Untuk hal ini tentunya kita mengacu pada apa yang telah Allah
jelaskan di dalam Kitab-Nya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepada-Ku.” (Q.S.Adz-Dzariyat:
56)
Sedangkan makna ibadah itu sendiri secara umum adalah;
Mengerjakan atau melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk kepentingan hidupnya
di dunia dan di akhirat kelak berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh Allah Ta’ala melalui Rasul-Nya; Baik perbuatan yang berhubungan langsung
dengan Allah (hablum-minallah) yang
disebut juga sebagai “ibadah mahdah”
ataupun hubungan dengan sesama manusia (hablum-minannaas)
yang disebut juga sebagai “ibadah
muamalah”. Jadi dengan memahami
tujuan hidup tersebut, maka tentulah akan timbul dorongan atau hasrat untuk
bergerak dan berusaha mendapatkan apa yang menjadi kepentingan hidup yang
dijalani dan sekaligus mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat setelah
kematian datang menjemput dirinya.
Kedua: Memasang atau membuat target atas
tujuan hidup yang ingin dicapai. Artinya seseorang yang sudah memahami untuk apa dia
diciptakan dan apa tujuan hidup yang dicapainya, tentulah harus membuat target
atau sasaran yang ingin dicapainya. Persoalan apakan dia akan berhasil atau
tidak mencapai target atau sasaran yang diharapkannya, adalah masalah kedua.
Sebab sebagai orang yang beriman tugasnya hanyalah berusaha semaksimal
mungkin sebagaimana yang Allah
perintahkan, dan menyerahkan semua hasil usahanya pada ketentuan atau kehendak
Allah. Atau dengan istilah agama “bertawakkal
kepada Allah” sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam Firman Allah:
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang gaib di langit dan di bumi dan
kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia,
dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang
kamu kerjakan.” (Q.S.Hud: 123)
Dan wajib dipahami, bahwa makna
tawakkal itu bukanlah berdiam diri menunggu datangnya rahmat dan nikmat Allah,
tapi seseorang wajib bergerak dan mengusahakan apa yang menjadi target atau
sasaran hidup yang ingin dicapainya. Baik untuk kepentingannya di dunia maupun
diakhirat nanti sebagaimana yang ditegaskan Allah Ta’ala dalam Firman-Nya:
“Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S.Al-Qashash:
77)
Ketiga: Hendaklah selalu ingat, bahwa waktu yang diberikan Allah kepada
kita sangatlah terbatas. Hal ini tersirat
dengan jelas dalam Firman Allah Ta’ala:
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka
apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat
pun dan tidak dapat (pula) memaju-kannya.”
(Q.S. Al-A’raf: 34)
Dan oleh karena alasan inilah Allah menyuruh kita untuk terus
bergerak dan berlomba dengan yang lainnya untuk mendapatkan rahmat dan
ampunan-Nya, sebagaimana Firman-Nya:
“Dan
bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.” (Q.S.Al-Baqarah: 148)
Oleh sebab itu janganlah membuang-buang waktu dengan hanya berdiam
diri saja, cobalah terus bergerak dan lakukan sesuatu untuk kepentingan dan
kebaikan diri sendiri maupun orang lain, yang semuanya itu bermanfaat untuk
kehidupan dunia yang tengah kita jalani dan akhirat yang akan kita hadapi. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi,
4 Jumadil Akhir 1438 H / 3 Maret 2017
KH.Bachtiar
Ahmad
No comments:
Post a Comment