oleh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Kemarin sambil menunggu masuknya waktu sholat Ashar seorang jamaah remaja bertanya dan meminta tanggapan saya tentang soal “hujat menghujat” atau “bid’ah membid’ahkan” yang berkaitan dengan masalah ibadah antara satu kelompok “yang merasa dirinya benar” terhadap saudara se-iman “yang mereka anggap salah” yang dibacanya di media sosial. Lalu saya jawab dengan santai:
Kemarin sambil menunggu masuknya waktu sholat Ashar seorang jamaah remaja bertanya dan meminta tanggapan saya tentang soal “hujat menghujat” atau “bid’ah membid’ahkan” yang berkaitan dengan masalah ibadah antara satu kelompok “yang merasa dirinya benar” terhadap saudara se-iman “yang mereka anggap salah” yang dibacanya di media sosial. Lalu saya jawab dengan santai:
“Mungkin dia belum tamat mengaji. Belum khatam Qur’an dan baru baca
beberapa Hadits. Kalau pakai istilah almarhum “Buya Hamka”; baru baca satu
kitab, belum baca kitab lainnya. Dan untuk prilakunya yang suka menghujat itu,
kata almarhum “guru saya”; lahiriahnya memang
sebagai ummat Rasulullah SAW, tapi hatinya masih “jahiliyah”.
Dengan nada heran dia bertanya lagi: “Tapi abah, katanya mereka itu
punya dalil yang absah dan katanya lagi ada yang bikin begini begitu sedangkan Nabi SAW tak pernah melakukannya.”
“Begini ya nak, bicara masalah ini tidak akan ada habis-habisnya dan
jika merujuk pada dalil ini dan itu, maka semuanya pasti punya dalil; punya
landasan yang kuat. Dalam hal ini jika masalah itu diperdebatkan, maka “Setan”
pun akan ikut campur tangan yang membuat kita terus bertikai, bahkan bisa saling
benci dan bermusuhan. Dan untuk sekadar pengetahuanmu, dalam waktu yang singkat
ini ada baiknya kusampaikan kepadamu beberapa hal untuk jadi pengetahuanmu, agar
nanti tidak ikut-ikutan berbuat seperti itu. Pertama, masalah perbedaan
pendapat ini sebenarnya adalah salah satu “fitrah” atau salah satu hal yang
telah Allah tetapkan adanya dalam kehidupan manusia sebagaimana yang tersirat
dan tersurat dalam Firman-Nya:
“Jikalau Tuhanmu
menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat. // kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu
(keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku (Allah) akan memenuhi neraka
Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (Q.S. Hud: 118-11)
Yang kedua adalah, bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda dalam salah satu hadits: “Sesungguhnya Bani Israil berkelompok menjadi 72 golongan. Dan umatku
akan berkelompok menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu golongan.
(salah seorang) sahabat bertanya: “Siapa mereka itu Rasulullah?” Rasulullah
menjawab: “(mereka adalah golongan yang mengikuti) apa yang ada padaku dan
sahabat-sahabatku.” (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Amt r.a dan Abu Dawud dari Abu Hurairah r.a)
Berkaitan dengan Firman Allah dan hadits di atas, maka dalam hadis yang
lain ada diriwayatkan; Bahwa suatu ketika Rasulullah SAW memohon 3 perkara
kepada Allah, yang salah satunya adalah permohonan agar ummat beliau tidak
terpecah belah (beda pendapat). Akan tetapi permohonan tersebut ditolak oleh
Allah Ta’ala.
Oleh sebab itu, saya sarankan kepadamu untuk tetap istiqomah dengan apa
yang kamu yakini. Dan jikapun ada membaca sesuatu pendapat ulama yang kemudian
kamu anggap lebih baik, maka mengutip pendapat “Imam Syafi’i”; silahkan ikuti
selama hal itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Namun jangan
beranggapan bahwa pendapat itulah yang paling benar. Sebab kebenaran hakiki itu
hanya milik Allah sebagaimana Firman-Nya:
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab
itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Q.S. Al-Baqarah:
147)
Sekadar
tambahan, patut juga kamu ketahui; Bahwa perbedaan dan perselisihan pendapat
itu sudah ada dan terjadi sejak Rasulullah SAW masih hidup. Akan tetapi beliau
tidak pernah menyalahkan seperti dalam “Peristiwa Ahzab”, bahwa Rasulullah SAW
memerintahkan kaum Muslimin untuk “sholat Ashar” setelah mereka sampai atau
tiba di perkampungan “Bani Quraizhah”. Akan tetapi ketika masuk waktu Ashar ada
sebahagian “sahabat” yang sholat duluan dengan mengabaikan pesan Rasulullah
SAW. Dan ketika berita itu sampai kepada Rasulullah SAW, beliau hanya tersenyum
dan tidak mencela atau mencaci maki orang yang melanggar pesan beliau tersebut.
Sebab pada hakikatnya kedua kelompok itu benar adanya. Yang satu sholat
ditengah jalan karena melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya untuk sholat di
awal waktu; yang sholat di tempat tujuan juga benar karena mematuhi perintah
atau pesan beliau.
Begitu juga di
antara para Sahabat Rasulullah, para Ulama terdahulu sudah terjadi beda
pendapat, tapi mereka tetap akur dan saling menghormati. Tidak ada hujat
menghujat dan caci maki di antara mereka. Jadi menghadapi situasi yang kamu
sebutkan itu, maka janganlah ikut-ikutan menghujat; mencela apalagi
mencaci maki orang-orang yang kau anggap salah (ibadahnya); atau sengaja
mencari-cari kesalahan dan kekeliruan mereka. Sebab selain hal itu jelas
dilarang oleh Allah Ta’ala dan tentu saja tidak menampakkan prilaku atau
akhlakul karimah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Semoga engkau bisa memahami hal ini,
beribadalah menurut apa yang engkau anggap baik dan benar. Jangan cepat
terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang dapat merusak amal ibadah dan budi
pekertimu. Semoga kita semua tetap berada dalam hidayah dan inayah Allahu
Ta’ala. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi,
20 Rabi’ul Awal 1439 H / 9 Desember 2017
KH.Bachtiar
Ahmad.
No comments:
Post a Comment