Friday, 8 December 2017

BELUM TAMAT MENGAJI



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Kemarin sambil menunggu masuknya waktu sholat Ashar seorang jamaah remaja bertanya dan meminta tanggapan saya tentang soal  “hujat menghujat” atau “bid’ah membid’ahkan” yang berkaitan dengan masalah ibadah antara satu kelompok “yang merasa dirinya benar” terhadap saudara se-iman “yang mereka anggap salah” yang dibacanya di media sosial. Lalu saya jawab dengan santai:

“Mungkin dia belum tamat mengaji. Belum khatam Qur’an dan baru baca beberapa Hadits. Kalau pakai istilah almarhum “Buya Hamka”; baru baca satu kitab, belum baca kitab lainnya. Dan untuk prilakunya yang suka menghujat itu, kata  almarhum “guru saya”; lahiriahnya memang sebagai ummat Rasulullah SAW, tapi hatinya masih “jahiliyah”.

Dengan nada heran dia bertanya lagi: “Tapi abah, katanya mereka itu punya dalil yang absah dan katanya lagi ada yang bikin begini begitu  sedangkan Nabi SAW tak pernah melakukannya.”

“Begini ya nak, bicara masalah ini tidak akan ada habis-habisnya dan jika merujuk pada dalil ini dan itu, maka semuanya pasti punya dalil; punya landasan yang kuat. Dalam hal ini jika masalah itu diperdebatkan, maka “Setan” pun akan ikut campur tangan yang membuat kita terus bertikai, bahkan bisa saling benci dan bermusuhan. Dan untuk sekadar pengetahuanmu, dalam waktu yang singkat ini ada baiknya kusampaikan kepadamu beberapa hal untuk jadi pengetahuanmu, agar nanti tidak ikut-ikutan berbuat seperti itu. Pertama, masalah perbedaan pendapat ini sebenarnya adalah salah satu “fitrah” atau salah satu hal yang telah Allah tetapkan adanya dalam kehidupan manusia sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman-Nya:

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. // kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku (Allah) akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (Q.S. Hud: 118-11)

Yang kedua adalah, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda dalam salah satu hadits: “Sesungguhnya Bani Israil berkelompok menjadi 72 golongan. Dan umatku akan berkelompok menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu golongan. (salah seorang) sahabat bertanya: “Siapa mereka itu Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “(mereka adalah golongan yang mengikuti) apa yang ada padaku dan sahabat-sahabatku.” (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Amt r.a  dan Abu Dawud dari Abu Hurairah r.a)

Berkaitan dengan Firman Allah dan hadits di atas, maka dalam hadis yang lain ada diriwayatkan; Bahwa suatu ketika Rasulullah SAW memohon 3 perkara kepada Allah, yang salah satunya adalah permohonan agar ummat beliau tidak terpecah belah (beda pendapat). Akan tetapi permohonan tersebut ditolak oleh Allah Ta’ala.

Oleh sebab itu, saya sarankan kepadamu untuk tetap istiqomah dengan apa yang kamu yakini. Dan jikapun ada membaca sesuatu pendapat ulama yang kemudian kamu anggap lebih baik, maka mengutip pendapat “Imam Syafi’i”; silahkan ikuti selama hal itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Namun jangan beranggapan bahwa pendapat itulah yang paling benar. Sebab kebenaran hakiki itu hanya milik Allah sebagaimana Firman-Nya:

“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Q.S. Al-Baqarah: 147)

Sekadar tambahan, patut juga kamu ketahui; Bahwa perbedaan dan perselisihan pendapat itu sudah ada dan terjadi sejak Rasulullah SAW masih hidup. Akan tetapi beliau tidak pernah menyalahkan seperti dalam “Peristiwa Ahzab”, bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kaum Muslimin untuk “sholat Ashar” setelah mereka sampai atau tiba di perkampungan “Bani Quraizhah”. Akan tetapi ketika masuk waktu Ashar ada sebahagian “sahabat” yang sholat duluan dengan mengabaikan pesan Rasulullah SAW. Dan ketika berita itu sampai kepada Rasulullah SAW, beliau hanya tersenyum dan tidak mencela atau mencaci maki orang yang melanggar pesan beliau tersebut. Sebab pada hakikatnya kedua kelompok itu benar adanya. Yang satu sholat ditengah jalan karena melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya untuk sholat di awal waktu; yang sholat di tempat tujuan juga benar karena mematuhi perintah atau pesan beliau.

Begitu juga di antara para Sahabat Rasulullah, para Ulama terdahulu sudah terjadi beda pendapat, tapi mereka tetap akur dan saling menghormati. Tidak ada hujat menghujat dan caci maki di antara mereka. Jadi menghadapi situasi yang kamu sebutkan itu, maka janganlah ikut-ikutan menghujat; mencela apalagi mencaci maki orang-orang yang kau anggap salah (ibadahnya); atau sengaja mencari-cari kesalahan dan kekeliruan mereka. Sebab selain hal itu jelas dilarang oleh Allah Ta’ala dan tentu saja tidak menampakkan prilaku atau akhlakul karimah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.  Semoga engkau bisa memahami hal ini, beribadalah menurut apa yang engkau anggap baik dan benar. Jangan cepat terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang dapat merusak amal ibadah dan budi pekertimu. Semoga kita semua tetap berada dalam hidayah dan inayah Allahu Ta’ala. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 20 Rabi’ul Awal 1439 H / 9 Desember 2017
KH.Bachtiar Ahmad.

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.