oleh: KH. Bachtiar
Ahmad
=====================
Berkaitan
dengan Firman Allah: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.” (Q.S. An-Nisaa’: 34)
Maka di zaman “now”
ini banyak di antara kita yang merasa cukup puas dan bahagia bila dapat
memenuhi kebutuhan hidup keluarga; Baik untuk isteri, anak-anak dan atau anggota
keluarga lainnya. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, beragam usaha dan carapun
dilakukan, sekalipun harus melanggar aturan dan norma agama. Dalam hal ini rasa
bangga tumbuh di dalam diri dan merasa terpuji dalam pergaulan karena berhasil
menyediakan apa-apa yang dibutuhkan oleh keluarga seperti punya rumah yang
besar; mobil pribadi; berhasil menyekolahkan anak-anak sampai berhasil meraih
“title” sarjana; yang kesemuanya itu dinilai sebagai suatu prestise dan prestasi
hidup yang dijalani. Padahal jika kita mau melihat dan memahami secara arif
sisi kehidupan yang semacam itu dari “kacamata” agama, maka hal itu bukanlah
suatu keberhasilan atau kesuksesan hidup seorang pemimpin keluarga. Sebab
tanggung jawab seorang laki-laki sebagai “pemimpin keluarga” bukanlah terletak
dari bagaimana ia mampu menafkahi keluarganya secara lahiriah, melainkan
bagaimana ia mampu merealisasikan apa yang diperintahkan Allah sebagaimana
Firman-Nya:
“Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan ahli keluargamu dari siksa neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”
(Q.S. At-Tahrim: 6)
Oleh
karenanya, kebanggaan diri lantaran bisa memberikan kemewahan hidup kepada
keluarga tentulah akan menjadi sesuatu yang tidak bermanfaat, jika anak dan
isteri serta anggota keluarga yang dipimpin pada akhirnya harus terjerumus ke
dalam neraka jahannam; Bahkan bisa-bisa menyeret diri sendiri ke dalamnya.
Walaupun secara lahiriah ia adalah seorang ahli ibadah yang tidak pernah
meninggalkan sholat; berzakat; berpuasa dan berhaji sekalipun. Sebab dalam
hadisnya Rasulullah SAW telah bersabda:
“Setiap orang di
antara kalian adalah pemimpin dan akan ditanyai tentang apa yang dipimpinya.
Seorang imam/penguasa menjadi pemimpin dan akan ditanyai tentang apa yang
dipimpin dan kepemimpinannya. Seorang laki-laki menjadi pemimpin di tengah
keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang perempuan menjadi
pemimpin dalam rumah tangga suaminya da akan ditanya tentang apa yang
dipimpinnya. Seorang pembantu menjadi pemimpin terhadap harta benda tuannya dan
akan ditanya kepemimpinannya. Setiap kalian menjadi pemimpin dan akan ditanya
tentang apa yang dipimpin dan kepemimpinannya.” (HR. Muttafaq ‘alaihi dari Ibnu
Umar r.a)
Dan menurut Syaikh
Abdullah Al-Ghazali pertanyaan yang paling utama bagi seorang laki-laki yang
menjadi pemimpin dalam keluarganya tentu saja yang berkaitan dengan anak isteri
dan anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya: Apa yang telah diberikan
kepada keluarganya; Apa ia telah mengajarkan mereka tentang kewajiban menta’ati
Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan ibadah yang diperintahkan sebagaimana
yang tersurat dan tersirat dalam Firman Allah:
“Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami
tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat
(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Q.S. Tha-ha: 132)
Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui, bahwa menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah; khususnya
pemimpin keluarga, maka disamping berupaya dengan sungguh-sungguh, Allah juga
mwengajarkan kita untuk selalu memohon pertolongannya sebagaimana do’a yang
Allah sematkan di dalam Al-Qur’an:
“Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(Q.S. Al-Furqan: 74)
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang
tetap mendirikan sholat, ya
Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Q.S. Ibrahim: 40)
Memberikan kesenangan
lahiriah atau duniawi kepada anggota keluarga memang perlu, tapi membimbing
mereka untuk menjadi hamba Allah yang ta’at dan bertakwa tentulah lebih
diperlukan dan sangat-sangat diutamakan. Sebab kehidupan dunia ini hanyalah
bersifat sementara, bahkan bagi Allah hanyalah semacam permainan; senda gurau belaka
dan kesenangannya hanyalah tipuan saja. Allah berfirman:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah
permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat
warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu.” (Q.S. Al-hadiid: 20)
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika
kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia
tidak akan meminta harta-hartamu.” (Q.S.Muhammad: 36)
Inilah “tupoksi” pokok yang wajib dijalankan oleh seorang
pemimpin keluarga, agar tidak terjebak dalam permainan dan kemegahan duniawi
yang saat ini banyak diperebutkan orang. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 6
Jumadil Awal 1439 H / 23 Januari 2018
No comments:
Post a Comment