Friday, 9 February 2018

DAKWAH ILALLAH



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
======================
        Secara umum makna “dakwah ilallah” adalah: Upaya mengajak manusia untuk berbuat baik dan meninggalkan kemungkaran yang dilakukan semata-mata karena Allah sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman Allah Ta’ala:

        “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S.Ali ‘Imraan: 104)

        Tugas “berdakwah” wajib dilakukan oleh siapa saja yang mengaku beriman kepada Allah dan Hari Kemudian; baik laki-laki ataupun perempuan. Sekalipun hanya menyampaikan sepenggal kalimat yang mengajak orang untuk berbuat baik sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, yang di dalam satu hadis Rasulullah SAW dikatakan: “sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat”.

        Selain itu, “dakwah ilallah” juga bisa dilakukan oleh sekelompok orang atau satu lembaga; Entah itu yang bernama Majlis Taklim; Panitia Hari Besar Islam; Ormas Islam dan lain sebagainya dengan cara menghadirkan seorang “da’i” atau “muballigh” dan kemudian mengundang orang banyak untuk hadir mendengarkan ceramah atau apa yang didakwahkan.

        Akan tetapi jika kita lihat dengan mata telanjang, maka diakui atau tidak; kegiatan-kegiatan dakwah yang diselenggarakan oleh banyak pihak sekarang ini selalu berakhir tanpa bekas. Artinnya hanya sedikit sekali yang mungkin dapat menarik manfaat atau memanfaatkan dakwah tersebut untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah. Sebab apa yang kita saksikan saat ini, jumlah orang yang berbuat maksiat bukannya berkurang, malah bertambah banyak dari jumlah orang yang mau datang beribadah ke Masjid atau Musholla yang ada. Padahal adakalanya dalam satu kegiatan dakwah yang dihadirkan sebagai “penceramah atau pendakwah” adalah “muballigh atau kyai kondang” yang “harga jual” dakwahnya sampai puluhan juta rupiah. Lalu dimana letak permasalahannya, sehingga dakwah yang dilakukan tidak menjadi efektif sebagaimana yang diharapkan?

            Kalau kita teliti dengan seksama, maka beberapa penyebab tidak efektifnya “seruan kebajikan” yang disampaikan melalui kegiatan dakwah yang dilaksanakan adalah:

            Pertama, kegiatan dakwah yang dilakukan adakalanya dilaksanakan “bukan karena Allah”, melainkan hanya lantaran sekadar mengikuti “tradisi”  yang sudah ada di tempat tersebut. Seperti Peringatan Maulid Nabi SAW; Isra’ Mi’raj; Tahun Baru Islam dan lain sebagainya, yang diselenggarakan oleh Masjid; Musholla atau hanya sebagai bagian dari kegiatan tahunan (proyek) Pemda setempat.

            Kedua, kemungkinan banyak di antara mereka (baca: ummat) yang hadir dalam penyelenggaraan dakwah tersebut bukan bertujuan untuk mendengarkan “isi dakwah” yang disampaikan, melainkan hanya ingin melihat “figur” muballigh yang diundang atau hanya sekadar ingin bertemu dan berkumpul  dengan yang lainnya.

            Ketiga, adanya kecenderungan muballigh yang diundang menarik perhatian dan simpati pendengarnya dengan cara-cara yang tidak lazim dalam menyampaikan dakwahnya seperti melucu atau melawak, yang pada akhirnya membuat mereka yang hadir ketika itu tidak lagi benar-benar menyimak apa yang disampaikan. Atau dengan kata lain muballigh tersebut sudah menjadikan dakwahnya sebagai alat untuk “bersenda gurau”, satu perkara yang sebenarnya sangat dilarang Allah sebagaimana Firman-Nya:

“Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau dan mereka yang telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah mereka dengan Al-Qur’an, agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri.”  (Q.S.Al-An’aam: 70)

Bahkan untuk dapat membuat orang tertawa, adakalanya si pendakwah dengan mudahnya melakukan “ghibah”  atau mengolok-olok; mengungkit-ungkit seseorang atau kalangan tertentu yang mereka anggap lucu dan bisa membuat orang tertawa. Padahal yang demikian ini juga sangat dilarang Allah dengan Firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok).” (Q.S. Al-Hujuraat: 11)

Ke-empat, materi  dakwah yang disampaikan tidak  selaras dengan kenyataan yang dihadapi umat. Penceramah asyik bercerita tentang sesuatu yang indah yang menurut dia layak disampaikan kepada ummat. Bahkan adakalanya berbelit-belit dan rancu lantaran tidak fokus pada satu topik yang dibahasnya.

Kelima, isi ceramah adakalanya juga tidak memberikan solusi yang jelas untuk permasalahan yang dihadapi umat. Malah sebaliknya menjadi beban berat bagi ummat untuk melaksanakannya. Padahal Rasulullah SAW telah mengingatkan, agar setiap orang berupaya memberikan kemudahan bagi yang lainnya. Bahkan secara transparan Allah telah berfirman di dalam Kitab-Nya:

                “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Q.S.Al-Hajj: 78)

“Kami tidak menurunkan Al-Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (Q.S.Thaa-haa: 2)

                Inilah beberapa gambaran tentang kondisi dakwah yang kita hadapi sekarang ini, yang patut mendapat perhatian kita semua. Sebab jika tidak, maka tidak mustahil akan terjadi sebagaimana dikatakan orang; “dakwah jalan terus tapi maksiat tak pernah pupus”. Artinya adalah, bahwa upaya amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya hanya akan menjadi rutinitas yang tidak memiliki ruh dan semangat untuk membawa umat kepada hidup yang lebih baik, yang sesuai dengan perintah agama. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 23 Jumadil Awal  1439 H / 9 Pebruari 2018

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.