oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Keutamaan
dan begitu pentingnya sholat juga terlihat dari sifat dan syaratnya yang
berbeda dengan kewajiban ibadah lainnya yang Allah perintahkan kepada
orang-orang yang beriman kepada-Nya. Bahwa sholat wajib ditunaikan oleh semua
orang beriman; Baik yang kaya ataupun miskin, yang sehat ataupun yang sakit,
yang berdiam di satu tempat atau negeri maupun yang sedang berada dalam
perjalanan serta dengan kemudahan-kemudahan lain dalam sholat sebagaimana yang
telah ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya; Muhammad SAW. Berbeda dengan “zakat” hanya
diperintahkan kepada yang memiliki
kelebihan harta. “Puasa” memiliki keringanan dan kemudahan bagi yang
sakit dengan adanya “fidyah” atau pengganti puasa bagi yang tidak mampu
mengerjakannya. Sementara “haji” juga khusus diberlakukan bagi mereka
yang mampu, sehat dan memiliki kesempatan untuk melaksanakannya sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Akan tetapi “sholat” sebagai kewajiban pokok dan utama, “wajib” dilaksanakan oleh semua orang-orang yang
beriman dalam situasi dan kondisi apapun, selama yang bersangkutan masih diberi
kemampuan oleh Allah untuk berkomunikasi atau mengingat Allah dengan hati dan
pikirannya (yang waras) sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalamFirman
Allah Ta’ala di dalam Kitab-Nya: “Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku; maka sembahlah Aku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (Q.S. Thaa-haa: 14)
Dikatakan oleh Syaikh Abdullah
Al-Ghazali; Bahwa makna ayat tersebut sangatlah jelas, yakni seseorang yang
masih waras ingatannya dituntut untuk senantiasa mendirikan sholat, baik dalam
kondisi lahiriah yang sehat maupun dalam kedaan sakit payah dan hanya bisa
melaksanakan sholat dengan isyarat dan pikirannya. Sekalipun tidak lagi mampu
untuk bangun membersihkan dirinya dengan cara mandi; wudhuk ataupun
bertayammum. Artinya, syarat dan rukun sholat yang ada tidak lagi menjadi satu
keharusan baginya.
Begitu pentingnya ibadah sholat
dalam kehidupan seorang “mukmin”,
tapi dalam kenyataan yang ada masih banyak yang dengan begitu mudah dan
mengabaikannya. Padahal sholat bukan hanya sekadar ritual atau ibadah untuk
menyembah Allah saja sebagaimana yang telah difirmankan Allah pada ayat 14
Surah Tha-ha di atas. Akan tetapi sholat adalah ibadah yang multi fungsi, yang memberikan banyak manfaat bagi
seseorang dalam menjalani kehidupan duniawinya dan sekaligus akan mengantarkannya
kepada kebahagiaan akhirat yang hakiki. Dan hal itu secara implisit Allah
nyatakan melalui Firman-Nya: “ Hai orang-orang yang beriman,
mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar.” (Q.S.Al-Baqarah: 153)
Namun demikian
tentu saja hal ini baru dapat dirasakan manfaatnya oleh orang-orang yang
mengerjakan atau mendirikan sholatnya dengan “khusyuk” sebagaimana yang Allah tegaskan dalam Firman-Nya yang
lain: “Dan mintalah pertolongan (kepada
Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyuk.”. (Q.S.Al-Baqarah: 45)
Sedangkan makna “khusyuk”
tersebut secara umum adalah, selain dari sholat didirikan atau dikerjakan
sesuai dengan syarat dan rukun serta tuntunan Rasulullah SAW. Diantaranya,
ikhlas; thuma’ninah; tepat waktu; bersih (bagi yang sehat jasmaniahnya) dan
hal-hal lainnya, maka yang leibih utama adalah; Bahwa ketika sholat segenap
pikiran dan hati hendakah tetap fokus mengingat Allah sebagaimana yang tersirat
dan tersurat dalam Firman Allah dalam Surah Tha-ha ayat 14 yang telah dipetik
di awal tulisan ini: “Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku; maka sembahlah Aku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.”
(Q.S. Thaa-haa: 14)
Selain itu menurut Syaikh
Abdullah Al-Ghazali, khusyuknya sholat seseorang tercermin pula dalam
prilakunya sehari-hari; Bahwa sholat yang didirikannya memang berhasil mencegah
dirinya dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana yang dikehendaki Allah
dengan Firman-Nya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).
Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.
Al-Ankabut: 45)
Akan tetapi dalam kenyataannya
banyak di antara kita yang tidak mampu sholat dengan khusyuk karena berbagai faktor
yang sebenarnya bisa diatasi, jika kita memang mau menyadari dan memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang kita lakukan selama ini dalam melaksanakan sholat yang
diperintahkan Allah tersebut. Menurut
Syaikh Abdullah Al-Ghazali beberapa kesalahan yang dilakukan sehingga
menjadikan sholat tidak khusyuk adalah:
Pertama: Belum menjadikan sholat sebagai
tugas pokok kehidupan. Artinya adalah, banyak yang masih menjadikan sholat
sebagai “aktifitas selingan” di antara kesibukan-kesibukan duniawinya. Padahal
sholat adalah salah satu kewajiban pokok yang berkaitan dengan risalah atau
hakikat penciptaan manusia sebagaimana yang ditegaskan Allah dengan Firman-Nya:
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(Q.S. Adz-Dzariyat: 56)
Kedua: Berkaitan dengan kondisi yang
disebutkan pada item pertama di atas, maka ada juga yang menjadikan sholat
sebagai sarana dan prasarana diri tatkala berada dalam kesulitan. Artinya hanya
sebatas memohon pertolongan ketika membutuhkan bantuan Allah sebagaimana yang
disindir Allah dengan Firman-Nya: “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a
kepada Kami dalam keadaan berbaring; duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami
hilangkan bahaya itu daripadanya, maka dia kembali melalui jalannya yang sesat,
seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk menghilangkan bahaya
yang telah menimpanya.
Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu selalu meman-dang baik apa yang
mereka kerjakan.” (Q.S.
Yunus: 12)
Ketiga: Sholat didirikan atau dikerjakan menurut selera dan
kepentingannya sendiri. Dalam hal ini tanpa adanya situasi dan kondisi darurat
yang dibenarkan oleh hukum (syari’at) agama, sholat dikerjakan tidak tepat
waktu; enggan berjama’ah; tidak thuma’ninah dan hal-hal lainnya yang berkaitan
dengan aturan, syarat dan rukun sholat yang telah ditetapkan Allah melalui
Rasul-Nya.
Ke-empat: Beranggapan bahwa sholat
hanyalah aktifitas “hablum-minallah”
(hubungan diri sendiri dengan Allah) yang tidak ada kaitannya dengan “hablum-minannaas” (hubungan dengan
sesama makhluk; khususnya dengan sesama manusia). Padahal secara jelas Allah
telah menerangkan dengan Firman-Nya: “Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat; yakni orang yang lalai dari
sholatnya; (yakni) orang-orang yang
berbuat riya’ (dengan
sholatnya) dan enggan menolong (orang lain) dengan barang yang berguna.” (Q.S.
Al Ma’uun: 4–7)
Sementara
dalam satu hadits qudsi Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku hanya
menerima shalat dari orang yang melakukannya dengan tawadhu’ (merendahkan diri)
karena keagungan-Ku; dan tidak
memanjangkan lidahnya (mengumpat
dan mencerca) atas makhluk-Ku; dan ia tidak melakukan atau berbuat maksiat dan
kedurhakaan kepada-Ku; ia telah menghabiskan siangnya untuk mengingat-Ku; dan
ia selalu mengasihani orang-orang miskin; perantau yang kehabisan bekal;
janda-janda miskin yang membutuhkan pertolongan; mengasihani orang yang
kemalangan. Itulah sinar cahanya dari perbuatan orang-orang yang shalih,
bagaikan cahaya matahari. Aku lindungi dirinya demi kebesaran-Ku dan Aku
perintahkan para malaikat menjaganya; Aku jadikan baginya dalam gelap gulita
cahaya yang terang benderang; dan dalam kebodohannya rasa lapang dada;
bandingannya di antara makhluk-Ku adalah laksana surga firdaus di dalam
surga..” (HQR. Al-Bazzar dari
Abdullah bin Waqid Al-Harrani r.a)
Inilah beberapa hal yang patut
kita perhatikan dalam upaya mendirikan sholat dengan khusyuk, sehingga pada
akhirnya sholat yang kita dirikan tidak menjadi sia-sia adanya, dengan kata
lain mampu menghindarkan kita dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana yang
dikehendaki Allah dalam Firman-Nya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Q.S. Al-Ankabut: 45) – Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 6
Rajab 1439 H / 23 Maret 2018.
No comments:
Post a Comment