Friday 27 April 2012

BELIAU TELAH TIADA…


Di sebuah sudut kota Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang selalu mangkal. Setiap kali dan setiap hari si Yahudi buta tersebut selalu berkata kepada orang mendekatinya: “Wahai saudaraku, jangan engkau dekati Muhammad yang mengaku sebagai rasul Allah itu. Dia sebenarnya adalah orang gila, pembohong, dan tukang sihir. Jika kalian mendekatinya, maka tentulah dia akan mempengaruhimu.”

Akan tetapi walaupun sebegitu busuknya hati dan perbuatan pengemis itu, setiap pagi Rasulullah selalu membawakan makanan untuknya. Tanpa berkata, beliau menyuapi pengemis itu. Dan hal ini beliau lakukan sampai saat-saat mendekati wafatnya.

Suatu ketika Abu Bakar berkunjung ke rumah Aisyah, beliau bertanya: “'Wahai anakku, adakah sunah Rasulullah yang belum aku kerjakan?” 

Lalu Aisyah menjawab:  “Wahai ayah, engkau ahli sunah, hampir tidak ada sunah yang belum Ayah lakukan, kecuali setiap pagi Rasulullah pergi ke ujung pasar dengan membawa makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana.”

Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke sudut pasar dengan membawa makanan. Abu Bakar menyuapkan makanan yang dibawanya kepada sang pengemis. Ketika mulai menyuapi, pengemis marah sambil berteriak: “Siapa kamu?”   Abu Bakar menjawab: “Aku orang yang biasa.”  Pengemis itu membantah dengan nada gusar: “Engkau bukan orang yang biasa datang. Apabila orang itu datang, tanganku tidak akan susah memegang dan mulutku tidak akan susah mengunyah. Orang itu selalu menghaluskan makanan terlebih dahulu sebelum menyuapkannya kepadaku.”

Abu Bakar tidak dapat lagi  menahan air matanya. Sambil menangis Abu Bakar  berkata: “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku sahabatnya. Beliau, hamba Allah yang sangat  mulia itu telah tiada. Beliau  adalah Muhammad Rasulullah SAW, yang selama ini selalu engkau caci maki.”

Seketika itu juga setelah pengemis Yahudi itu mendengar cerita Abu Bakar, ia menangis dan berkata: “Benarkah demikian?  Wahai.., selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tapi ia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, bahkan mengunyahkan makanan itu untukku. Wahai.. betapa mulianya dia.  Lalu siapakah anda yang mencoba-coba untuk menggantikan dirinya.”

Begitu selesai Abu Bakar menjelaskan siapa dirinya, si pengemis Yahudi buta itu lalu masuk dan menyatakan keislamannya di  hadapan Abu Bakar.

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya, bahwa Rasulullah SAW adalah suri teladan yang memilili pribadi dan akhlak yang sangat agung:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Kebaikan dan  ketinggian akhlaknya tidak terbendung oleh bagaimana hebatnya kebencian dan cercaan yang ditujukan kepada beliau. Bahkan, beda keyakinan yang notabene merupakan hal yang paling esensial, menjadi lebur di hadapan keluhuran hatinya.  Dan inilah sebuah cermin dan teladan yang sangat dibutuhkan ketika kita membutuhkan saling pengertian, toleransi, dan objektifitas dalam hidup keberagaman yang kita miliki di negeri yang kita cintai ini. Wallahua’lam.
(Disadur dan diedit kembali dari Qishahul Abrar)

Bagansiapiapi,  28 Jumadil Awal 1433 H / 20 April 2012
KH.BACHTIAR AHMAD

Friday 20 April 2012

WAHAI PEREMPUAN; ENGKAU TELAH…


Oleh: KH. BACHTIAR AHMAD
========================

KADO “Hari Kartini” UNTUK “anak-ku” dan PARA MUSLIMAH “terkasih”
=============================================================
Wahai perempuan, engkau telah dijadikan Allah bagaikan “berlian” yang  cahayanya menembus surga; yang patut dijaga dan menjaga diri agar kemilaunya tidak ditutupi oleh “lumpur dunia”, yang pada akhirnya akan menjadi “batu” di neraka.

Wahai perempuan; walau engkau diciptakan dari keinginan cinta seorang laki-laki sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT dalam Kitab-Nya:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri (laki-laki), dan dari padanya Allah menciptakan isterinya (perempuan); dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S.An-Nisaa’: 1)

Akan tetapi engkau telah mendapat kemuliaan derajat dihadapan Allah;  memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan laki-laki yang daripadanya engkau diciptakan sebagaimana yang difirmankan Allah SWT:

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”  (Q.S.Al-Ahzab: 35)

Wahai perempuan, engkau telah dijadikan Allah bagaikan “berlian”; yang kemuliaan hidupmu telah dijaga-Nya dengan aturan-aturan yang membuat setiap laki-laki wajib melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh; sebagaimana yang ditegaskan Allah melalui Rasul-Nya:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka); wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya; maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (Q.S.An-Nisaa’: 34)

“Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka", yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Al-Ahzab: 59)

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (Q.S.An-Nuur: 31)

Sementara Rasulullah SAW telah pula memerintahkan  agar setiap laki-laki untuk menjaga kaum perempuan dengan sabda beliau:

“Dan janganlah pula seorang perempuan pergi kecuali didampingi mahramnya" 
(Muttafaqun'alaih)

Wahai perempuan, engkau telah dijadikan Allah sebagai berlian dan dimuliakan-Nya, sehingga Allah telah menamakan salah satu bagian kumpulan firman-Nya di dalam Al-Quraan (surah An-Nisaa’); bahkan langsung mendengar dan menjawab gugatanmu terhadap seorang laki-laki sebagaimana yang tertulis di dalam Kitab-Nya:

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah; dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” 
(Q.S. Al-Mujaadilah: 1)

Wahai perempuan, janganlah engkau selalu merasa direndahkan dan merendahkan derajatmu sendiri dengan perbuatan-perbuatan yang dilaknat Allah; sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengingatkan, bahwa kelak 10 di antara penghuni neraka; maka 9 di antaranya adalah kaum perempuan; maka janganlah engkau termasuk dalam golongan yang demikian itu.

Wahai perempuan, engkau telah dimuliakan  Allah SWT; dengan menghalalkan “emas dan sutra murni”  untukmu dan mengharamkannya untuk laki-laki sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Rasulullah  bersabda: “Kedua perhiasan ini (emas dan sutra murni) diharamkan bagi laki-laki dan dihalalkan bagi wanita”.  (HR. Ibnu Majah dari Ali bin Abi Thalib a.)

Oleh sebab itu berbuat dan berlakulah sebagaimana yang telah menjadi kodratmu, agar engkau tidak dilaknat sebagaimana yang diingatkan oleh Rasulullah SAW:

“Allah melaknati laki-laki memakai pakaian wanita dan wanita memakai pakaian laki-laki”  
(HR. Abu Daud dari Abu Hurairah ra.)

Wahai perempuan, janganlah kemajuan zaman saat ini memukau dirimu dan meninggalkan apa yang telah diberikan Allah kepadamu; sehingga engkau terjebak dan akhirnya menjatuhkan martabatmu. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 28 Jumadil Awwal 1431 H / 21 April 2012
KH.BACHTIAR AHMAD

Tuesday 17 April 2012

MENGAPA HARUS BERSYUKUR


oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
Dalam “Kisah-kisah Sufistik” diceritakan bahwa: “ Suatu hari datanglah seorang laki-laki mengadukan kehidupannya yang susah kepada salah seorang ulama yang terkenal alim dan wara’. Laki-laki tersebut  meminta ulama tersebut berdo’a kepada Allah agar dirinya lepas dari berbagai macam kesulitan dan Allah memberinya kesenangan hidup.

Beberapa sa’at setelah memperhatikan keadaan laki-laki tersebut, sang ulama berkata: “Sebelum aku berdo’a kepada Allah, aku ingin bertanya kepadamu; Apakah engkau mau penglihatanmu diambil dan sebagai gantinya engkau kesenangan yang engkau minta?”  Dan laki-laki itu tentu saja menjawab: ”Tidak.”

Kemudian sang ulama bertanya lagi: ”Atau jika tidak apakah engkau senang menjadi orang bisu dan sebagai gantinya engkau diberikan kebahagiaan?” Laki-laki itu juga menjawab tidak.

Lalu ulama yang masyhur dengan kesalehannya saleh itu kembali bertanya: ”Jika tidak, maukah tangan atau kakimu menjadi buntung, lalu kamu mendapatkan kebahagiaan yang engkau dambakan?”. Laki-laki tersebut juga menjawab tidak mau. 

Selanjutnya sang ulama bertanya kepada laki-laki tersebut: ”Apakah engkau mau menjadi orang kaya, tapi sakit-sakitan; tak punya nafsu makan; tak bisa tidur nyenyak sekalipun di atas kasur yang empuk ?”. Dan  tentu saja laki-laki yang merasa dirinya malang tersebut  menjawab tidak.

Akhirnya ulama  yang alim tersebut berkata kepada si laki-laki: “Kalau begitu, apakah engkau tidak merasa malu kepada Allah Yang Maha Pemurah, yang telah memberimu harta yang tak terbilang banyaknya, yang saat ini kau miliki, walaupun harta-harta tersebut tidak dalam bentuk uang dinar maupun emas permata.” Sejenak laki-laki itu terdiam dan sang ulama berkata lagi padanya: Jadi dengan alasan itu engkau seharusnya engkau bersyukur kepada Allah, sebab engkau telah diberinya tubuh yang lengkap dan kesehatan yang baik, yang kesemuanya itu dapat engkau jadikan modal berusaha dan sekaligus berdoa kepada Allah agar engkau diberikannya  kebahagiaan hidup.” Dan demi mendengar itu, laki-laki tersebut hanya bisa menangis menyesali kebodohan dirinya. Kemudian iapun segera menyatakan penyesalannya dan  bertaubat kepada Allah SWT.
Dari penggalan kisah di atas, maka paling tidak ada dua hal yang telah diajarkan kepada kita:

Pertama; hendaknya kita jangan pernah merasa susah jika Allah SWT tidak memberikan harta atau rezeki yang banyak kepada kita. Karena sesungguh-nya yang disebut sebagai “nikmat Allah” tak dapat kita hitung banyaknya sebagaimana firman-Nya:

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. An-Nahl: 18)

Nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita tidak hanya dalam bentuk materi atau harta benda yang kita anggap sangat penting untuk menunjang kehidupan kita di dunia ini. Sebab masih banyak nikmat Allah yang jauh lebih penting fungsi atau peranannya untuk menunjang kehidupan kita di dunia yang fana ini, seperti nikmat iman; nikmat kesehatan; kesempurnaan fisik atau tubuh yang kita miliki dan lain-lain sebagainya. Bahkan nikmat-nikmat Allah yang semacam ini tentunya tak dapat diukur dan dinilai  berapapun besar harganya sebagaimana yang tercermin dari penggalan kisah di atas.

Dalam hal ini tentulah seseorang yang memiliki perangkat tubuh yang sempurna semisal mata, tidak akan sudi menjual matanya, sekalipun hanya sebelah saja, walaupun ada yang berani membayar atau membelinya dengan harga milyaran rupiah. Atau pastilah anda tidak akan mau terus menerus berada di rumah sakit atau setiap saat berurusan dengan dokter, sekalipun anda punya uang dan harta benda yang berlimpah-limpah. Kata orang: “Lebih baik hidup sehat sekalipun makan hanya sekali dalam sehari daripada banyak duit tapi sakit-sakitan.”
               
Hal kedua  yang patut kita ambil hikmah dan pelajarannya dari cuplikan kisah di atas adalah, hendaklah kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Sekalipun tak ada rezeki atau harta yang berlimpah yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita. Sebab bagi orang-orang yang beriman, “bersyukur” kepada Allah SWT adalah hal yang diwajibkan; Baik dalam keadaan senang dan kaya maupun dalam keadaan susah dan miskin menurut keadaan lahiriah yang mereka rasakan. Bukankah Allah SWT telah berfirman:

“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.   (Q.S.Ibrahim: 7)

Jadi hidup ini bukanlah diukur dari apa yang terpandang oleh mata dan yang dirasakan oleh diri semata, akan tetapi hendaklah dilihat dari secara menyeluruh dari apa saja yang telah Allah berikan kepada kita. Sehingga pada akhirnya akan kita temukan; bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk “tidak bersyukur” atas segala nikmat hidup yang telah Allah karuniakan kepada kita. Terlebih-lebih lagi atas nikmat “iman dan islam” yang telah Allah anugerahkan kepada kita semenjak kita dilahirkan ke atas dunia yang fana ini. Kata orang tua saya:
Mulakan kerja dengan Bismillah;  sudah selesai Alhamdulillah
Walaupun hidup terasa susah; tetaplah bersyukur kepada Allah

Manusia dicipta asalnya tanah; kelak kembali ke dalam tanah
Supaya hidup menjadi berkah;  banyaklah bersyukur kepada Allah.
Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 25 Jumadil Awal 1433 H / 27 April 2012
KH.BACHTIAR AHMAD

Friday 13 April 2012

WANGINYA SILATURAHMI


oleh: KH.BACHTIAR  AHMAD
========================

Ketika Nabi Adam a.s diturunkan Allah SWT ke bumi, maka beliau di kunjungi oleh kumpulan hewan-hewan yang buas di bumi. Hewan-hewan tersebut datang secara bergiliran dan memberi salam penghormatan kepada Nabi Adam a.s, dan setelah beliau menjawab salam para binatang itu, Nabi Adam a.s juga mendo’akan hewan-hewan tersebut dengan kepantasan yang berhak diterima oleh para hewan tersebut.

Setelah usai hewan-hewan yang  buas datang berkunjung, maka datanglah sekelompok kijang. Dan sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Adam a.s kepada hewan sebelumnya, maka beliau juga mendo’akan kijang-kijang tesebut sambil mengusap-usap punggung si kijang. Dan dengan izin Allah yang mengabulkan  do’a Nabi Adam tersebut keluarlah bau harum seperti aromanya misik dari badan kijang-kijag tersebut.

Keesokannya ketika beberapa jenis binatang lainnya  berjumpa dengan si kijang, mereka bertanya: “Wahai para kijang, mengapa punggung kalian mengeluarkan aroma misik ?.”  Kijang menjawab: “Kami telah mengunjungi Nabi Adam a.s, beliau mendo’akan kami sambil mengusap-usap punggung kami. Ternyata setelah itu keluarlah aroma misik ini.”  

Mendengar penuturan itu, maka para binatang tersebut lalu mengunjungi Nabi Adam a.s, dan mereka meminta agar Nabi Adam mendo’akan mereka seperti yang telah beliau lakukan kepada kijang-kijang tersebut. Namun setelah dido’akan dan diusap punggungnya, apa yang mereka harapkan ternyata tidak terkabul. Tak ada aroma misik yang mereka inginkan. Lalu mereka bergegas menjumpai si kijang dan berkata: “Kami telah bertemu dengan Nabi Adam dan beliau telah mendo’akan dan mengusap punggung kami, tetapi ternyata kami tak mendapatkan aroma misik tersebut.” Lalu kijang berkata: “Sesungguhnya kami berkunjung kepada Nabi Adam adalah karena ingin bersilaturahmi sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT, sedangkan kalian berkunjung hanya karena ingin mendapatkan aroma misik. Oleh sebab itulah mungkin Allah tidak berkenan mengabulkan keinginan kalian.”

(dipetik dan disarikan dari A’MALUL QUBRA karangan Syaikh Abd.Rahman As-Syafi’i)

Bagansiapiapi, 21 Jumadil Awal 1433 H / 13 April 2012
KH.BACHTIAR  AHMAD

Tuesday 10 April 2012

TANDA-TANDA CINTA



oleh: KH.BACHTIAR  AHMAD
========================
Setiap orang yang beriman tentu saja kita tidak mau disebut dirinya sebagai orang yang tidak mencintai Allah SWT. Sebab sejahat-jahat dan sefasik-fasiknya kelakuan, orang yang mengaku dirinya muslim atau beragama Islam pasti akan marah besar jika dirinya disebut sebagai orang yang tidak mencintai Allah. Bahkan jika ada orang atau kelompok yang menghina atau menistai kehormatan Allah, tentulah dirinya akan marah besar dan akan siap berkorban membela kehormatan Allah dan agama yang ia yakini. Akan tetapi seberapa besarkah “cinta” kita kepada Allah ?

Selanjutnya dengan memperhatikan penjelasan Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW; Syaikh Abdullah Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria atau beberapa tanda untuk mengukur sebesar dan setulus apakah cinta kita kepada Allah:

PERTAMA: Tanda pertama orang yang mecintai Allah adalah, bahwa ia selalu merasa rindu untuk bertemu dengan Allah. Hal ini tersirat dalama salah satu hadis Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang merindukan bertemu dengan Allah, maka Allah pun merindukan bertemu dengannya.”  (HR. Imam Ahmad; At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)

KEDUA:  Selalu ingin mendekat kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintahkan termasuk yang disunnahkan sebagaimana yang disebutkan dalam hadis qudsi: “Telah bersabda Rasulullah SAW: “Bahwa Allah SWT berfirman: “Tidaklah seorang hamba mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan melaksanakan apa yang difardhukan kepadanya; melainkan ia juga melaksanakan hal-hal yang disunnahkan, sehingga cintalah Aku kepadanya.” (HQR. Ibnu As-Suuni dari Maimunah r.a)

KETIGA: Selalu ingat dan menyebut nama Allah sebagai “sang kekasih” yang sangat dicintainya sebagaimana firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (berzikirlah) dengan menyebut nama Allah, dengan zikir yang sebanyak-banyaknya.” (Q.S. Al-Ahzab: 41)

KE-EMPAT: Selalu bergetar hatinya jika mendengar nama “sang kekasih” disebutkan orang: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Allah-lah mereka bertawakkal.” (Q.S. Al-Anfaal: 2)

KELIMA: Menomor satukan kedudukan Allah di atas segala-galanya sebagai-mana firman-Nya: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluar-gamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Q.S. At-Taubah: 24)

KE-ENAM: Tetap bersabar dan melaksanakan apa yang diperintahkan, walau dalam keadaan bagaimanapun juga sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT yang dicintainya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan ber-takwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 200)

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu; Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”  (Q.S. Al-Baqarah: 153)

KETUJUH: Mencintai Rasulullah SAW dan mengikuti sunnah-sunnah beliau sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali Imran: 31)

KEDELAPAN: Selalu bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q.S. Ali Imran: 135)

KESEMBILAN: Selalu menjaga hubungan silaturahmi dan saling mencintai antar sesama karena Allah SWT sebagaimana firman Allah di dalam beberapa hadis qudsi: “Aku ar-Rahman, telah Kuciptakan ar-Rahim dan Ku-petikkan baginya nama dari nama-Ku. Barangsiapa yang menghubungkannya, niscaya Aku menghubunginya dengan rahmat-Ku. Dan barangsiapa yang memutuskannya, niscaya Aku memutuskan hubungan dengannya. Dan barangsiapa yang mengokohkannya, niscaya Aku mengokohkan hubungan-Ku dengannya. Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului kemurkaa-Ku.” (HQR. Bukhari; Imam Ahmad; Abu Dawud dll dari Ibnu ‘Auf r.a)

“Cinta kasih-Ku layak diperoleh oleh orang yang berkasih saying karena Aku. Akan Ku-naungi mereka di bawah naungan Arsy pada hari kiamat, dimana tiada naungan selain dari naungan-Ku.”  (HQR. Ibnu Abid Dunya dari Ubadah bin As-Shamit r.a)

Mudah-mudahan dengan “sembilan indikasi cinta” di atas, kita bisa mengukur seberapa besar dan tulusnya “cinta” kita kepada Allah, terutama dalam hal untuk mengukur sampai sejauh mana keta'atan kita  pada apa yang diperintakan dan yang dilarang-Nya.  Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,  18  Jumadi Awal 1433 H / 10 April 2012
KH.BACHTIAR  AHMAD

Friday 6 April 2012

NASIHAT GURUKU: “Yang ke-enam”


Anakku, hendaklah engkau mencintai sesama mukmin; sebarkanlah salam kepada mereka; hidangkan makanan dan berupaya memenuhi kebutuhan mereka sa’at mereka memerlukan pertolonganmu. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mukmin itu telah disatukan dalam persaudaraan oleh Allah Ta’ala dalam satu jasad laksana tubuh manusia. Dan ini telah ditegaskan Allahur-Rahman dalam firman-Nya:

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al-Hujuraat: 10)

Dan firman Allah Subhana Wa Ta’ala itu telah diperjelas oleh Rasulullah SAW dalam suatu perumpamaan yang beliau sabdakan :

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang di antara sesame mereka adalah laksana seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuhnya sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lainnya akan merasakan demam dan susah tidur.” (HR. Mutafaq ‘alaihi dari An-Nu’man bin Bisyr r.a)

Ketahuilah anakku, hendaklah seorang mukmin memperhatikan sangat-sangat saudaranya yang mukmin, karena “Al-Mu’min” adalah salah satu dari nama Allah Yang Maha Agung berikut apa yang ada pada-NYA. Sehingga dengan demikian tidaklah layak seorang mukmin akan menelantarkan saudaranya sesama mukmin.

Ingatlah anakku, barangsiapa yang beriman kepada Allah yang juga adalah “Al-Mu’min”, maka hendaklah semua laku perbuatannya dapat dipercaya sebagaimana kepercayaannya kepada Allah Ta’ala. Berpegang teguhlah kepada Allah dengan segenap perintah dan larangan-Nya, agar engkau selalu diberinya petunjuk kepada jalan yang lurus sebagaimana firman-NYA:

“Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka Sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101)

Semoga engkau diberi pertolongan dan kekuatan untuk melaksanakan nasihat yang kusampaikan ini; dan Allah lebih mengetahui segala sesuatunya daripada apa yang kita ketahui. Wallahua’lam

(dinukil dan diedit dari HALAQAT AS-SALIKIN
karangan SYAIKH ABDULLAH FATHURRAHMAN )

Bagansiapiapi,   14 Jumadil Awal  1433 H /   6 April  2012
KH. BACHTIAR AHMAD

Monday 2 April 2012

MAKNA “ZALIM”



oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
Dalam Al-Quran terdapat kurang lebih 200 ayat yang khusus membicarakan dan menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan masalah “zalim” atau “kezaliman”, suatu perkara yang sangat dibenci oleh Allah SWT sebagaimana yang tersurat dalam salah satu firman-NYA:

“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, maka Allah akan memberikan kepada merekadengan sempurna  pahala amalan-amalan mereka; dan Allah sangat benci kepada orang-orang yang zalim.”  (Q.S.Ali ‘Imraan: 57)
               
Secara umum makna kata “zalim” yang kita kenal adalah segala sesuatu perbuatan jahat ataupun berbuat aniaya; baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri dan makhluk lainnya.

Sedangkan menurut syariat (agama Islam) yang mengacu pada firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat  229 yang berbunyi: “Dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim”; maka makna “zalim” yang didefinisikan oleh para ulama mendefinisikan adalah:

“Segala sesuatu  tindakan atau perbuatan  yang  melampaui batas,  yang  tidak  lagi  sesuai  dengan  ketentuan  yang  telah ditetapkan oleh Allah SWT.  Baik dengan cara menambah  ataupun  mengurangi hal-hal yang berkaitan dengan waktu; tempat atau letak maupun sifat dari perbuatan-perbuatan yang melampaui batas tersebut. Dan itu berlaku untuk  masalah-masalah yang berkaitan dengan ibadah (hablum-minallah), maupun hubungan kemanusiaan dan alam semesta (hablum-minannaas).  Entah itu dalam skala kecil maupun besar, tampak ataupun tersembunyi.”

Dan oleh karena Allah SWT juga menyandingkan kata kezaliman  dengan kebodohan sebagaimana firman-NYA dalam surah Al-Ahzab ayat 72: “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”; maka dalam pandangan agama orang-orang zalim tersebut sesungguhnya  dipandang  sebagai  orang  yang  bodoh. Dalam hal ini semakin  zalim  dirinya, maka semakin tinggilah kebodohannya. Sekalipun secara lahiriah ia memiliki pendidikan yang tinggi, gelar yang banyak maupun jabatan; kedudukan dan kekuasaan yang dipandang hormat oleh orang lain.

Dalam catatan yang ringkas  ini   kita tidak mungkin dapat menguraikan satu persatu bentuk kezaliman dan kebodohan yang telah dilakukan umat manusia. Akan tetapi dengan memperhatikan dan memahami apa-apa yang telah difirmankan Allah SWT di dalam Al-Quran, maka diantara bentuk perbuatan zalim yang sangat dibenci dan yang dmurkai Allah SWT antara lain adalah:

Mempersekutukan Allah; Mendustakan Allah; Menyembunyikan kebenaran; Menyalahi janji; Orang-orang yang fasik; Menyalah gunakan jabatan dan amanah yang diberikan; Orang-orang beriman yang mengikuti perilaku dan keinginan orang kafir;  Orang yang mengingkari Rasulullah SAW serta  perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum lainnya, yang telah ditetapkan oleh Allah.  

Disamping apa yang telah dijelaskan di atas, maka Syaikh Yusuf Qardhawi dalam Al-Ijtihad menjelaskan; pelanggaran atas peraturan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang telah disepakati sebelumnya, selama peraturan itu tidak bertentangan dengan hukum-hukum Allah dan rasul-Nya; adalah juga merupakan tindakan zalim yang menunjukkan seseorang pada kebodohan dirinya.

Berkaitan dengan hal ihwal yang berkaitan dengan “kezaliman”, maka satu hal yang patut dipahami dan diyakini adalah; Bahwa segala keburukan dan kemudaharatan yang  ditimpakan Allah kepada manusia  akibat dari kezaliman yang mereka perbuat; Hal itu bukanlah perbuatan atau tidakan “zalim”  Allah kepada makhluk-Nya. Segala keburukan dan kemudharatan tersebut  semata-mata ber-sumber keserakahan dan kebodohan manusia itu sendiri, yang secara tegas telah  dinyatakan Allah dengan firman-NYA:
 
“Sesungguhnya Allah tidaklah berbuat zalim kepada manusia barang sedikitpun, akan tetapi manusia itu sendirilah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. “  (Q.S. Yunus: 44)

Kondisi ini hendaklah benar-benar disadari, sebab siapa saja yang menampakkan kebodohannya dengan perbuatan zalim yang ia lakukan, maka Allah SWT tidak akan pernah mendapatkan pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT sebagaimana firman-NYA:  

“Dan bagi orang-orang  yang zalim itu tidak ada bagi mereka  seorang pelindungpun dan tidak pula seorang  penolong baginya.”    (Q.S.As-Syura : 8)
               
Mudah-mudahan catatan pendek ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya  dalam upaya meningkatkan ketaatan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,    7  Jumadil Awal  1433 H /  30  Maret  2012.
KH.BACHTIAR AHMAD

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.